REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terkait isu penyadapan yang pernah dilakukan Australia, Indosat mengaku telah memiliki audit atas sistem keamanan jaringan. Audit itu bahkan memiliki standar internasional ISO 27001 dan ISO 31000.
"Kami juga mematuhi ketentuan 'lawful interception' sesuai ketentuan dan kami menyatakan dengan tegas tidak memiliki kerja sama dengan pihak asing yang bertujuan untuk melakukan penyadapan," kata President Director & CEO Indosat Alexander Rusli dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Sabtu (7/3).
Alex juga menegaskan sistem jaringan publik perusahaannya telah menggunakan standar seperti yang ditentukan oleh pemerintah. Satu-satunya tindakan penyadapan yang diizinkan adalah yang dilakukan oleh lembaga resmi negara berdasarkan aturan hukum yang berlaku.
Sesuai dengan UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, operator telekomunikasi itu hanya menyediakan fasilitas penyadapan kepada aparat penegak hukum. Seluruh perangkat operator juga telah memiliki sertifikat dari Kementerian Komunikasi dan Informatika sesuai Peraturan Menkominfo Nomor 29 Tahun 2008 tentang Sertifikasi Alat dan Perangkat Telekomunikasi.
Alex menambahkan, operator itu memiliki standar audit yang meliputi penerapan kendali keamanan, proses bisnis, kepatuhan terhadap kebijakan. Serta pengujian teknis terhadap kerentanan jaringan, sehingga keamanan jaringan tetap terpelihara.
Oleh karena itu, Indosat secara tegas menyatakan bahwa tidak ada kerja sama penyadapan dengan pihak luar terutama dengan pihak asing. "Karena jelas hal tersebut melanggar undang-undang yang berlaku serta merugikan kepentingan negara dan bangsa Indonesia sendiri," tukas Alex.
Sebelumnya, Menkominfo Rudiantara meminta operator telekomunikasi Telkomsel dan Indosat untuk memeriksa jaringan masing-masing. Hal ini menyusul penyadapan badan intelijen asing terhadap sejumlah pejabat Indonesia sejak 2009.
Penyadapan oleh badan intelijen Australia dilakukan terhadap sejumlah pejabat, termasuk mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan istrinya Ani Yudhoyono serta Presiden (saat ini) Joko Widodo. Laporan ini terkuak dari dokumen mantan intelijen Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat Edward Snowden.