REPUBLIKA.CO.ID, BOgOR -- Ketua Komisi Yudisial (KY), Suparman Marzuki mengatakan menjadi hakim agung itu dibutuhkan manusia dalam tingkatan yang paripurna.
"Agung itu paripurna, sebagai pribadi paripurna, sebagai yuris (pengadil) hakim paripurna, ilmunya paripurna, tidak ada lagi keraguan," kata Suparman saat berbicara dalam acara pembekalan 36 calon hakim agung (cha) di Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung (MA) Cisarua, Bogor, Senin (9/3).
Untuk itu, ia berharap hakim agung harus memantaskan dirinya patut dipanggil yang mulia. Sebab hakim agung bisa menjalankan serta menjaga kehormatan, keluhuran martabat dan perilaku.
"Terjaga dan tegaknya ketiga aspek itulah akan yang akan mendatangkan kepercayaan pencari keadilan kepada MA," kata Suparman.
Dia mengungkapkan bahwa hakim bukan profesi biasa sebagaimana profesi-profesi lain. Karena di negara-negara maju dipersepsikan sebagai manusia bersih, tidak diguncingkan, cerdas dan berwibawa. "Itu sebabnya dipanggil 'yang mulia'," kata Suparman.
Hakim, kata dia, memiliki keluhuran martabat, serta perilaku yang pantas oleh kaidah-kaidah hukum yang berlaku. Dalam memutus, lanjutnya, hakim harus imparsial (ketidakberpihakan), tidak memiliki konflik kepentingan atas dasar apapun.
Ketua Kamar Pengawasan MA Timur Manurung mengatakan ada tiga kelompok hakim, yakni kelompok putih, kelompok abu-abu dan kelompok hitam. Kepala Biro Seleksi Hakim KY Heru Purnomo mengatakan 36 CHA pada telah mengikuti seleksi tahap ketiga, yakni kesehatan, kepribadian.
"Tes kesehatan sudah dilaksanakan, dan saat ini diberikan pembekalan dan selanjutnya akan dilakukan konfirmasi terhadap rekam jejak para calon," kata Heru.
KY kembali melakukan seleksi CHA 2015 untuk memenuhi permintaan Mahkamah Agung untuk mengisi lowongan hakim agung yang pensiun. Ada delapan lowongan hakim agung tersebut adalah dua orang untuk kamar perdata, dua orang untuk kamar pidana, satu orang untuk kamar agama, satu orang untuk kamar TUN, dan satu orang untuk kamar militer.