REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Tedjo Edhy Purdijatno, meminta Imigrasi memperketat pengecekan warga negara Indonesia (WNI) yang akan pergi ke Timur Tengah, khususnya Turki.
"Ini bukan berarti kami melarang orang bepergian untuk belajar, termasuk ke negara-negara Timur Tengah," katanya setelah menjadi pembicara kunci dalam Orasi Kebangsaan ke-II di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Senin (9/3).
Namun, katanya, orang yang sudah ada indikasi bergerak ke arah sana harus dicek betul data-datanya, untuk mengantisipasi kembali munculnya WNI yang bergabung dengan ISIS.
Menurut dia, Polri dan Badan Intelijen Negara (BIN) saat ini telah memiliki data-data warga negara yang memiliki indikasi rentan akan bergabung dengan ISIS.
"Data itu selanjutnya akan diserahkan kepada pihak Imigrasi untuk pencegahan," kata dia.
Sesuai pengamatan BIN, ia mengatakan, di Indonesia hingga saat ini memang masih ada jaringan militan lokal yang memiliki kaitan dengan jaringan militan internasional.
"Memang masih ada (kelompok militan), khususnya di Bima dan Poso," kata dia.
Mengenai 16 WNI asal Surabaya dan Solo yang diduga hilang di Turki karena bergabung dengan jaringan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), dia mengatakan telah mengonfirmasi ke Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Turki.
"Dari laporan Kedutaan Indonesia di Turki, memang diduga ke arah sana (bergabung dengan ISIS)," kata dia.
Menurut Tedjo, akan ada tindakan hukum apabila 16 WNI yang diduga bergabung dengan ISIS tersebut kembali ke Indonesia.
"Tentu nanti kami akan ada tindakan hukum," kata dia.
Sebelumnya, sebanyak 16 WNI dilaporkan hilang di Turki sewaktu berwisata, namun rumor yang beredar menyebutkan mereka kemungkinan bergabung ISIS mengingat Turki berbatasan dengan Irak dan Suriah yang wilayahnya dikuasai ISIS.