REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPD 1 Partai Golongan Karya (Golkar) Sulawesi Utara, Ridwan Bae menyebut surat ketetapan dari Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly membuat Partai Golkar terombang ambing.
Ridwan Bae mengaku kaget atas keluarnya surat tersebut. Ia secara tidak langsung memahami bahwa surat tersebut memang belum final. Namun, surat yang dikeluarkan oleh Menteri Hukum dan HAM tersebut akan membawa perseteruan Golkar lebih meruncing lagi.
Ridwan yang dekat dengan Aburizal Bakrie ini menilai harusnya negara tidak mengintervensi dengan mengeluarkan surat yang malah membuat bingung masyarakat. Selama ini, kubu Aburizal merasa sudah melaksanakan amanat partai, Undang-undang partai, dan masih ada proses hukum yang belum selesai.
"Negara malah mengombang ambing kita, padahal proses hukum di PN Jakbar saja juga belum final," ujar Ridwan saat dihubungi Republika, Selasa (10/3).
Jika Menteri memakai pertimbangan hasil putusan Mahkamah Partai, Ridwan mempertanyakan putusan mahkamah partai yang mana yang dijadikan landasan. Karena sepemahaman kubu Ical, Mahkamah Partai tidak memutuskan salah satu kubu. "Ada perbedan pendapat di hakim MPG, maka ketika deathlock kembali ke pengadilan," tambah Ridwan.
Menteri Hukum dan HAM mengeluarkan surat penjelasan yang ditujukan ke DPP Partai Golkar tertanggal 10 Maret 2015. Surat tersebut berisi tiga hal, pertama menginstruksikan kepada Agung Laksono untuk segera membentuk kepengurusan partai. Kedua, memilih kader partai sesuai dengan AD/ART, Ketiga, segera mendaftarkan kepengurusan partai yang sudah ditulis diatas akta notaris, yang kemudian langsung diserahkan ke Menteri.
Surat penjelasan ini, secara tidak langsung dianggap oleh kubu Agung Laksono sebagai legitimasi keabsahan kepengurusan kubu Agung Laksono.