Rabu 11 Mar 2015 04:15 WIB

Waspadai Kantor Kedutaan Asing Sekitar Istana Presiden

Rep: C93/ Red: Satya Festiani
Istana Negara, simbol Presiden RI
Foto: Antara
Istana Negara, simbol Presiden RI

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kabar Wikileaks akan mengungkap penyadapan Australia terhadap Jokowi berhembus kencang. Bahkan usaha membuka obrolan Jokowi dengan banyak pihak ini dinilai sebagai ekses penolakannya pada permintaan pemerintah Australia untuk menyelamatkan duo bali nine yang segera dieksekusi mati.

 

Menanggapi hal ini, pakar keamanan sistem informasi dan komunikasi, Pratama Persadha mengungkapkan, gaduh soal penyadapan di Indonesia terbilang lambat.

"Pada dasarnya setiap negara melakukan usaha penyadapan terhadap negara lain untuk memastikan kepentingan nasionalnya. Hal ini sudah berlangsung sejak lama,” ujarnya.

 

Indonesia juga menjadi target penyadapan bagi negara lain. Apalagi, provider yang ada di Indonesia tidak sepenuhnya milik usaha dalam negeri dan satelit pun masih menyewa asing.

Menurutnya, pemerintah jangan anggap remeh kepemilikan asing di sektor strategis, terutama telekomunikasi dan informasi. Mantan Ketua Tim IT Lems untuk Kepresidenan ini juga mengungkapkan, segala macam komunikasi lewat udara (over the air), apalagi lewat kabel bisa disadap.

Penyadapan lewat provider bisa dilakukan dengan sangat mudah mengingat teknologi enkripsi yang digunakan sangat standar yakni jaringan GSM A51 untuk 3G dan GSM A52 untuk 2G. “Karena teknologi GSM  sangat standar, jadi mudah disadap. Mungkin juga penyadapan  dilakukan pihak lain tanpa sepengetahuan operator,” jelasnya.

Terkait aksi penyadapan oleh asing, Pratama menekankan pada usaha preventif, antara lain penggunaan teknologi enkripsi. Selain itu dia menambahkan perlunya pengamanan lebih pada wilayah-wilayah strategis.

 

Menurutnya ada alat sadap yang punya jangkauan 2 km lebih. Artinya pemerintah harus tegas dengan sterilisasi kawasan-kawasan strategis seperti kawasan istana negara.

 

“Waspadai mobil yang diduga membawa alat sadap disekitar istana dan wilayah strategis,” himbau Pratama.

 

Dia juga mengkritisi kebijakan pemerintah yang membolehkan negara asing membuka kantor kedutaan di dekat istana negara. Dalam pandangan intelejen, pemerintah wajib curiga pada siapapun yang berpotensi mencuri informasi, termasuk kedubes negara asing.

 

Lokasi Kedubes AS yang dekat istana misalnya,  masih diberi izin untuk merenovasi gedung kedubes sampai dengan sepuluh lantai. “Artinya apa? Mereka bisa melakukan penyadapan ke seluruh area strategis di Jakarta,” terangnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement