REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mesti memperkuat stok pangan dalam negeri, terutama beras, agar prima ketika menghadapi persaingan dan kerja sama dengan negara-negara di Asean. Sebab dalam kerja sama internasional di bidang pangan selama ini, Indonesia kerap berposisi sebagai yang butuh, bukan yang memasok.
"Kalau diperhatikan, kita dengan Thailand, Thailand tidak akan pernah meminjam beras dari kita, karena dia surplus terus, dia konsumsi 10 juta, tapi stok dia juga 10 juta ton," kata Pengamat Pertanian dari Institut Pertanian Bogor Hermanto Siregar pada Selasa (10/3).
Jadi, Indonesia yang kerap meminjam beras karena stok dalam negeri pun lebih tipis. Karenanya, arah kerja sama yang bisa dilakukan jangan lagi satu arah, melainkan dianekaragamkan.
Maksud dia, jika Indonesia meminjam beras ke Thailand, bisa dibayar dengan varietas lain yang melimpah dari Indonesial tapi dibutuhkan di Thailand. Jadi, beras tak perlu dibayar beras lagi.
Di samping itu, lanjut dia, tetap mesti dikuatkan soal pasokan beras dengan menambah lahan pertanian. Ini dilakukan agar ke depannya, Indonesia bisa lebih berkonsentrasi dengan meningkatkan varietas pangan yang organik dan asli Indonesia.
Di samping itu, penyiapan data komoditas pangan harus dilakukan secara detail, efisien sekaligus mendatangkan keuntungan utamanya buat petani. "Selain itu, jangan sampai menggantikan hubungan dagang yang sudah ada di tingkat pengusaha perseorangan," tuturnya.
Sebab, lanjut dia, kerja sama Internasional pertanian di tingkat Asean bukanlah ide baru. Di mana tujuan utamanya ialah memiliki stok pangan internasional.