REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mufti atau ulama besar Australia hari ini mengunjungi Kementerian Agama yang kemudian disambut oleh Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saifuddin. Kunjungan mufti yang didampingi tiga pendampingnya ini dilakukan demi membicarakan hukuman mati terhadap dua warga Australia yang terlibat kasus narkoba.
Lukman mengaku bisa merasakan hal yang dialami dan dirasakan pemerintah maupun masyarakat Australia. Oleh karena itu menjadi suatu hal yang wajar jika mereka bersikeras untuk berdiskusi mengenai kasus hukuman mati ini.
Meski memahami, Lukman mengungkapkan, warga Australia dan pemerintahnya pun diharapkan bisa memahami hukum Indonesia. Pemerintah Indonesia bisa merasakan apa yang mereka rasakan terhadap nasib warga negaranya. “Kami harap pemerintah dan warga Australia bisa memahami hukum kami,” ujar Lukman melalui konferensi pers di Kantor Kemenag, Jakarta, Rabu (11/3).
Lukman menjelaskan, konstitusi dan UU Indonesia tidak dapat diganggu gugat. Sebab, hukum Indonesia memang memberlakukan hukuman mati khususnya kepada mereka yang terlibat dalam pengedaran dan produksi narkoba. Dia menegaskan hal ini menjadi salah satu wujud keseriusan pemerintah dan masyarakat Indonesia dalam memerangi narkoba.
Menag ini juga menyebutkan bahwa hal yang dilakukanb dua warga Australia itu merupakan kejahatan kemanusiaan. Hal ini disebabkan banyaknya korban yang jatuh di Indonesia. Saat ini tidak kurang dari 50 orang meninggal dunia setiap hari.
“Itu semua karena narkoba,” ujarnya. Karenanya, hukuman mati ini diberlakukan semata-mata bukan menghukum pribadi yang bersangkutan tetapi kejahatannya.
Maka dari itu, Lukman meminta pemerintah Australia bisa memahami hukum Indonesia. Dia beserta mufti dan pihaknya yang telah melakukan diskusi mengenai kasus hukuman mati ini berharap peristiwa ini tidak mengganggu hubungan kedua negara.