REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Kedutaan Besar Perancis menilai proses hukum yang diberikan kepada Serge Atlaoui saat ini tidak adil. Sekretaris Pertama Kedutaan Besar Perancis di Indonesia, Jean Louis Bertrand mengatakan bila setelah melihat dan mencatat dari proses hukum yang dialami Serge sedikit berbeda secara substansial dari proses hukum PK terpiada lainnya meski kasusnya sama.
Ia merasa heran melihat proses hukum untuk Serge karena akan segera dieksekusi tetapi terpidana lainnya dalam kasus yang sama, ternyata proses PK-nya masih diperiksa.
Bahkan, lebih heran lagi dalam berkas yang disusun oleh kuasa hukum bila peran Serge dalam kelompok tersebut sangat rendah yakni tukang las. Oleh karena itu, pihaknya berharap agar proses hukum melalui PK dapat mempertimbangkan hal - hal yang disampaikan kuasa hukum secara lisan maupun tertulis.
"Harapan kami agar upaya hukum ini dijalankan dengan adil meski sejauh ini tidak dan tidak sesuai harapan," ujarnya melalui penerjemah.
Kemudian, Pemerintah Perancis pun percaya penuh terhadap proses peradilan hukum di Indonesia. Peran otoritas Perancis di Indonesia untuk memastikan bila proses hukum dilakukan secara adil, mendalam.
"Kalau bisa dapat mempertimbangkan informasi - informasi baru yang dapat meringankan hukuman," jelasnya.
Perlu diketahui, Serge Atlaoui yang merupakan terpidana kasus narkoba adalah Warga Negara Perancis. Serge Atlaoui ditangkap bersama belasan terpidana lainnya pada tahun 2005 terkait kasus narkoba yakni pengoperasian pabrik ekstasi yang berlokasi di Cikande, Kabupaten Tangerang, Banten.
Pada tahun 2007, Mahkamah Agung memvonis mati karena terbukti terlibat dalam kasus tersebut. Lalu Serge Atlaoui mengajukan grasi kepada Presiden Joko Widodo namun ditolak melalui Keputusan Presiden Nomor 35/G Tahun 2014.
Hingga akhirnya Serge mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dan diterima oleh PN Tangerang pada 10 Februari lalu dan menjalani sidang perdana hari ini, Rabu (11/3).