REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Jokowi mengeluarkan Perpres Nomor 26 Tahun 2015 tentang Kantor Staf Kepresidenan. Dengan peraturan tersebut, kewenangan Kantor Staf Kepresidenan yang dipimpin Luhut Binsar Panjaitan diperluas hingga bisa melaksanakan tugas pengendalian program prioritas nasional.
Terkait peraturan tersebut, guru besar Fakultas Hukum UII Yogyakarta Mahfud MD menilai, keputusan tersebut tidak lazim.
"Agak rancu dalam pikiran politik. Dulu pejabat tertinggi di bawah presiden adalah menteri. Kerancuannya kok kepala staf lebih tinggi daripada menteri," kata Mahfud usai mengisi acara diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (11/3).
Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu mengatakan, secara kategori hukum tata negara, memang tidak ada larangan untuk menambah kewenangan tersebut. Jika ada perdebatan yang muncul, lanjutnya,
Presiden Jokowi harus menjelaskan dan menyampaikan pada kabinetnya agar menerima keputusan tersebut sebagai suatu kebutuhan.
"Kecuali Mahkamah Konstitusi yang memutuskan, kecuali menimbulkan konflik di birokrasi, tumpang tindih. Tugas presiden untuk membuat itu bisa diterima," ujarnya.
Mahfud pun memaklumi keputusan Jokowi untuk menambah kewenangan pada Luhut. "Presiden butuh orang yang bisa percaya," kata Mahfud.