REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda menilai aturan baru mengenai skema pengenaan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) untuk properti berdasarkan harga jual bukan pilihan tepat. Ia mengatakan para pelaku bisnis properti masih dapat menghindar dengan segala trik agar tidak terkena pajak.
Dia mencontohkan, apabila harga yang terkena pajak adalah Rp 20 juta per m2, maka banyak cara untuk dapat berkelit dari pajak tersebut meskipun apartemen dijual dengan harga Rp 25 juta per m2. Pengembang bisa saja membagi dua kategori harga jual menjadi Rp 19 juta untuk harga jual konstruksi dan Rp 6 juta untuk tambahan peningkatan mutu dan finishing.
Seharusnya, saran Ali, pemerintah membuat zonasi wilayah-wilayah mana saja yang terkena PPnBM dengan patokan harga yang ditetapkan pemerintah, bisa dengan patokan NJOP atau standar harga lain. "Hal ini membuat pengembang tidak bisa mengelak dengan permainan harga," kata Ali melalui siaran pers seperti dikutip dari laman resmi IPW, Kamis (12/3).
Pengenaan pajak juga sebaiknya dibuat progresif sehingga azas keadilan akan terjamin. Bayangkan, meskipun harga per m2 Rp 25 juta namun tentunya berbeda bila membeli apartemen dengan luas 60 m2 dibandingkan 200 m2. Itu baru dari sektor apartemen. Untuk perumahan landed pun seharusnya berbeda penerapannya.
Pemerintah seharusnya mempunyai dasar kuat dan memahami pasar properti yang ada di Indonesia. "Karena secara karakteristik berbeda dan tidak dapat dikaitkan dengan karakter benda bergerak seperti mobil mewah, perhiasan, dan lainnya," kata dia.