REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejarawan Universitas Indonesia (UI), Anhar Gonggong mengatakan, Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) yang dikeluarkan pada 11 Maret 1966 oleh Presiden Sukarno tidak dimaksudkan untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Menurut dia, Supersemar yang diberikan kepada Suharto sebagai Panglima Angkatan Darat, saat itu bertujuan untuk mengambil tindakan penertiban keamanan. Pasalnya, ketika itu keadaan Indonesia sedang kacau pascapemberontakan Gerakan 30 September 1965 yang dilakukan PKI (G30S/PKI).
“Buktinya dapat dicek ke arsip nasional, ada pidato Bung Karno yang marah setelah Soeharto membubarkan PKI,” ujar Anhar saat dihubungi ROL, Kamis (12/3).
Setelah itu, kata dia, tersebarlah isu bahwa Supersemar akan ditarik oleh Sukarno dari Soeharto. Namun, para pendukung Soeharto pada era Orde Baru menjadikan Supersemar sebagai Ketetapan MPR.
Anhar mengaku, untuk mengetahui kebenarannya, pihaknya telah melakukan berbagai wawancara dengan sejumlah tokoh yang dapat dipercaya. Sehingga, ia masih menganggap naskah Supersemar yang asli memang perlu ditemukan.
“Walaupun tidak ditemukan, berdasar keyakinan, saya tetap percaya naskah Supersemar memang masih ada,” kata dia. Usai membubarkan PKI, kemudian tampuk kepemimpinan negeri ini beralih dari Sukarno ke Soeharto yang disahkan melalui sidang MPR.