REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan HAM Yassona Laoly menjamin akan memberikan remisi dan pembebasan bersyarat kepada narapidana kasus korupsi. Wakil Presiden Jusuf Kalla pun menilai hak remisi para narapidana kasus korupsi berbeda dengan narapidana kasus lainnya.
Remisi ini tergantung besar kecilnya kesalahan yang dilakukan. "Tapi ini kan memang ada prinsip bahwa orang sudah ditahan dipenjara itu punya hak sama. Tapi memang ada berbeda-beda haknya kalau narkoba ya hukuman mati..tergantung lah besar kecilnya," kata JK di kantor Wapres, Jakarta, Kamis (12/3).
Lebih lanjut, Wapres menerangkan hak remisi para narapidana ini memang sudah diatur dalam undang-undang. Namun, karena korupsi memang dinilai suatu tindakan kriminal yang berat maka hak remisi dulu sempat dihilangkan.
"Di hukum memang begitu. Kalau sudah menjadi tahanan ya dia akan sama dengan yang lain. Tapi kan korupsi itu suatu kriminal yang berat. Jadi dulu pernah dihilangkan hak remisinya," jelas JK.
Kalla mengatakan rencana remisi ini masih belum dibahas dengan dirinya. Pembahasan ini baru dilakukan di tingkat menteri. "Belum dibicarakan, mungkin pandangannya akan dibicarakan. Itu masih dibicarakan di tingkat menteri," kata dia.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yassona Laoly menjamin narapidana kasus korupsi akan mendapat hak sama dengan narapidana kasus lainnya. Yakni berupa pemberian hak remisi atau pembebasan bersyarat.
Sedangkan, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 mengatur narapidana kasus korupsi, terorisme, dan narkotika tak bisa mendapat remisi atau pembebasan persyarat.
Menurut Yassona, pemberian remisi kepada narapidana korupsi ini tetap akan melalui sejumlah persyaratan dan mekanisme.