REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Negara sampai saat ini masih belum memiliki dokumen asli dari Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) setelah 49 tahun surat tersebut diterbitkan. Supersemar dikeluarkan pada 11 Maret 1966 oleh Presiden Soekarno, untuk Soeharto sebagai Panglima Angkatan Darat masa itu.
Sejarawan J.J Rizal, mengatakan tidak dimilikinya dokumen asli Supersemar oleh negara, dalam hal ini oleh Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), merupakan hal yang ironis. Pasalnya, naskah Supersemar merupakan salah satu dokumen penting bukti sejarah bangsa.
"Ironi dokumen arsip yang sangat penting itu tidak kita miliki dan yang beredar malah dokumen yang kebenarannya diragukan," ujar dia, saat dihubungi ROL, Kamis (12/3).
Menurutnya, Supersemar menjadi dokumen yang sangat berharga karena menandakan perubahan dan peralihan kekuasaan. Supersemar juga dijadikan legitimasi oleh Soeharto yang saat itu menggantikan Soekarno.
"Supersemar sebagai satu pijakan utama bagi Soeharto agar berhak melakukan hal-hal yang dianggap perlu," jelasnya.
Ia menuturkan, para sejarawan tidak menganggap dokumen yang saat ini ada berbeda versi sebagai dokumen yang asli. Selama ini pemerintah seperti tidak pernah mengusahakan dokumen Supersemar yang asli dapat dimiliki negara.
"Setelah reformasi memang banyak yang mengusahakan, namun entah dimana dan tidak ada yang berani bertanya kepada Suharto," tutur dia.