REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejarawan J.J Rizal mengatakan, Presiden Soekarno memberikan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) kepada Soeharto seperti memberikan cek kosong. Sebab sampai saat ini, masih dipertanyakan apa isi sebenarnya dari surat itu.
"Surat itu bisa diisi apa saja, orang bisa pakai untuk melakukan apa saja," ujarnya, saat dihubungi ROL, Kamis (12/3).
Hal itu ditambah dengan keberadaan dokumen asli Supersemar yang sampai saat ini masih belum diketahui keberadaannya. Menurutnya, ada kemungkinan dokumen tersebut sengaja disembunyikan.
Ia menuturkan, setelah mendapat Supersemar, Soeharto menjadi berhak melakukan apapun diluar kewenangan Soekarno, termasuk membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang beranggotakan 30 juta orang di. Selain itu Soeharto juga bisa menghilangkan dan memburu orang-orang yang dianggap komunis. Hal-hal tersebut yang sampai saat ini masih banyak dipertanyakan.
"Padahal komunisme merupakan kenyataan sejarah yang senang tak senang harus diterima sebagai dinamika bangsa di abad 20," jelasnya.
Menurut J.J Rizal, sebelum ada Supersemar, memang sudah ada kudeta merangkap pada 1965 mulai dari gerakan 1 Oktober 1965. Namun, kudeta tersebut menjadi berdiri ketika ada Supersemar.
"Supersemar merupakan legitimasi atau pemberian kekuatan kepada Soeharto untuk melakukan apapun," ungkapnya.