REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Peneliti Seksualitas dan Gender Universitas Indonesia Sari Damar Ratri mengatakan mediasi pelaku dengan korban pemerkosaan lewat pernikahan akan menyebabkan masalah baru. Menurutnya dengan menikahi korban dengan pelaku tidak akan membuat kondisi korban lebih baik.
"Yang kami minta bukan itu, pelaku harus menjalani hukumannya. Pelaku juga harus bertanggung jawab bila ternyata korban hamil," kata Sari kepada ROL.
Sari berpendapat keluarga korban juga memiliki hak untuk meminta pelaku untuk menikahi korban. Namun korban juga harus didengar pendapatnya.
Mediasi tidak dapat dilakukan antara pelaku dengan keluarga korban. Pilihan harus tetap berada ditangan korban.
Ia mengatakan keluarga korban yang meminta pelaku menikahi korban dapat dipahami dari berbagai faktor. Alasan ekonomi, sosial dan agama menjadi alasan yang membenarkan tindakan tersebut. Namun pihak yang paling dirugikan atas tindakan kejahatan pemerkosaan tetaplah si korban.
"Bisa dipahami alasannya jika dilihat dari sisi keterjaminan finansial dan agama, tapi perempuan sebagai korban harus didengarkan,"kata Sari.
Sebelumnya, seorang tahanan kasus asusila anak di bawah umur di Mapolres Malang, menikahi korbannya. Tersangka Suradi (20 tahun) warga Desa Tirtomoyo Kecamatan Ampelgading, menikahi DR (17 tahun) warga Ampelgading.
Penikahan berlangsung di ruang Penegakan Hukum Terpadu (Gakumdu). “Suradi merupakan tersangka kedua dalam tahun ini yang menikahi korbannya. Sebelumnya pada akhir bulan Januari, tersangka Mufid juga menikahi korbannya,” ujar Kepala Unit (Kanit) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Malang Iptu Sutiyo.