REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Komite Pemilih Indonesia (TEPI), Jeirry Sumampow menilai upaya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta memanggil istri gubernur DKI, Veronica Tan, terkait RAPBD yang bermasalah adalah cara politik yang tidak bermoral. Veronica dipanggil untuk dimintai keterangan terkait penyelidikan dana Coorporate Social Responsibility yang diduga dialirkan dari swasta ke pemerintah.
"Saya kira cara DPRD ini cara politik yang tidak bermartabat," ujar Jeirry kepada ROL, Jumat (13/3).
Sebab, menurut dia, DPRD melibatkan orang yang sebetulnya tidak ada hubungannya dengan kasus yang saat ini dipersoalkan. Padahal hak angket harusnya digunakan untuk menyelidiki apakah ada penyelewengan yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama terhadap anggaran DKI Jakarta. Tetapi anggota dewan justru memanggil orang yang tidak ada kaitannya dengan pemerintahan.
Jeirry menambahkan, cara tersebut dapat menjadi tekanan bagi orang-orang yang belum pernah berada dalam kondisi seperti itu. Apalagi kata dia, Veronica tampak tidak pernah menemani Ahok dalam urusan terkait pemerintahan kecuali undangan dan acara pelantikan.
Ia menyebutkan konflik yang terjadi saat ini tidak ada hubungannya dengan rumah tangga gubernur yang akrab disapa Ahok ini, sehingga tidak selayaknya Veronica dipanggil untuk dimintai keterangan. Pemanggilan ini dinilai sarat muatan politik, dalam bentuk teror atau ancaman kepada kerabat Ahok.
Veronica dijadwalkan dimintai keterangan oleh DPRD pada pekan depan. Sebagai suami, Ahok mengaku tidak paham dasar yang digunakan anggota legislatif tersebut memanggil istrinya.