REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik Universitas Jayabaya, Lely Arianie, menjelaskan sejak awal konflik partai Golkar pasca munas Bali, Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia (Kemenkumham) sudah mencoba mengakomodasi kedua pihak yang berpolemik, yakni Aburizal Bakrie (Ical) dan Agung Laksonno. Hal itu dilakukan dengan tidak merekomendasikan keduanya sebagai kubu yang sah untuk menjalankan Partai Golkar.
''Setelah itu, Kemenkumham mengembalikan permasalahan internal itu pada Mahkamah Partai (MP)," jelas Lely, pada Republika.co.id, Jumat (13/3). Karena kewenangan MP, lanjut Lely, sudah diatur dalam Undang-Undang partai politik untuk mengurus konflik internal partai.
Selain fakta tersebut, Ical juga pernah membawa kasus ini ke pengadilan sebanyak dua kali. Tetapi, putusan pengadilan juga seperti Kemenkumham, yaitu mengembalikan persoalan ini pada MP.
Artinya, katanya, putusan pengadilan dan Kemenkumham sudah mengacu pada kewenangan MP untuk menyelesaikan konflik internal tersebut. ''Dua-duanya juga tidak ingin mencampuri persoalan internal partai Golkar sendiri,'' tambah Lely.
Polemik Golkar sudah sampai pada titik rencana Ketua Umum DPP Partai Golkar kubu Agung Laksono yang segera mengganti Ketua Fraksi Partai Golkar DPR Ade Komaruddin dengan Agus Gumiwang Kartasasmita. Selain itu, kubu Ical masih menempuh proses di Pengadilan Tata Usaha Negara dan mendorong Hak Angket untuk menyelidiki alasan putusan Kemenkumham.