REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo memang kurang beruntung. Ekonom senior Rizal Ramli mengatakan warisan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berupa quatro defisit (defisit perdagangan, defisit neraca berjalan, defisit pembayaran, dan defisit anggaran) masih akan terus menekan rupiah.
Kurs rupiah sebesar 13.250, kata Rizal, masih akan tertekan karena dolar Amerika mengingat kewajiban utang yang semakin besar. Apalagi, pemerintah tidak memiliki kebijakan yang jelas dan agresif untuk membuat surplus perdagangan dan neraca berjalan.
“Yang ada malah pernyataan asal bunyi (asbun) dari para pejabat. Bayangkan, ada pejabat yang berkata bahwa tiap pelemahan 100 rupiah atas dolar AS, negara akan untung Rp 2,3 triliun. Apa dia lupa, bahwa menguatnya dolar atas rupiah juga mengakibatkan beban pembayaran utang akan semakin besar?” Rizal mempertanyakan dalam penjelasan persnya, Sabtu (14/3).
Tim panel ahli Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang kini berada di Inggris untuk memberikan ceramah ini juga menyayangkan pernyataan Menko Perekonomian, Sofjan Djalil, tentang melemahnya rupiah. Orang dekat Jusuf Kalla itu menyatakan kecilnya kiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) membuat rupiah rapuh.
Rizal menegaskan berbagai pernyataan konyol para pejabat tadi sekali lagi menunjukkan kelas mereka yang memang jauh di bawah banderol. Menurut mantan menko perekonomian itu, Indonesia membutuhkan orang-orang yang memiliki kapasitas dan kapabilitas memadai agar bisa keluar dari bermacam persoalan yang membelit bangsa.