REPUBLIKA.CO.ID, JEMBER -- Pengamat politik dari Universitas Jember, Drs Joko Susilo menilai, wajar Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly memenangkan kepengurusan Partai Golkar pimpinan Agung Laksono, karena persamaan visi dengan pemerintah.
"Semua orang tidak akan kaget kalau MenkumHAM mengesahkan kepemimpinan Agung Laksono hasil musyawarah nasional (Munas) Ancol. Karena keputusan itu sangat strategis untuk melemahkan Koalisi Merah Putih," kata Joko di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Sabtu (14/3).
Menurutnya, Partai Golkar hasil Munas di Bali dengan kepemimpinan Aburizal Bakrie merupakan partai oposisi pemerintah dan sejak awal tidak mendukung pemerintahan Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla.
"Memang banyak polemik yang akan dihadapi Yasonna Laoly dengan mengesahkan salah satu kubu Partai Golkar, apalagi proses peradilan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang belum selesai. Keputusan MenkumHAM memang dilematis," tuturnya.
Apalagi, dualisme kepemimpinan partai juga dialami oleh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang hingga kini masih berpolemik karena ada dua putusan yakni kubu Romahurmuziy disahkan KemenkumHAM. Tetapi di PTUN justru kubu Djan Faridz yang dimenangkan.
"Seharusnya pemerintah belajar dari kasus itu dan mengesahkan setelah proses PTUN selesai. MenkumHAM seharusnya lebih berhati-hati menelusuri permasalahan internal suatu partai agar kasus PPP tak terulang," ucap dosen FISIP Universitas Jember itu.
Sebelumnya, MenkumHAM mengesahkan kepengurusan DPP Partai Golkar hasil Munas Jakarta secara selektif di bawah kepemimpinan Agung Laksono. MenkumHAM juga meminta Agung Laksono untuk segera membentuk kepengurusan Partai Golkar dengan mengakomodasi kader Golkar yang memenuhi kriteria prestasi, dedikasi, loyalitas dan tidak tercela.
Sementara Partai Golkar kubu Aburizal Bakrie masih berupaya menempuh jalur hukum atas putusan Menkumham tersebut, karena dinilai manipulatif dan politis itu.