Ahad 15 Mar 2015 17:40 WIB

Target Berlebihan, Pemerintah Harus Bantu Ditjen Pajak

Rep: Satria Kartika Yudha/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Petugas membantu mengisikan SPT Tahunan secara e-Filing di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Jumat (22/2).   (Republika/Wihdan Hidayat)
Petugas membantu mengisikan SPT Tahunan secara e-Filing di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Jumat (22/2). (Republika/Wihdan Hidayat)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pengamat perpajakan Yustinus Prastowo mengatakan pemerintah harus membantu Direktorat Jenderal Pajak agar dapat mengejar target tahun ini. Tanpa adanya bantuan dari pemerintah, ia pesimistis target pajak dapat tercapai.

"Kalau tidak ada langkah-langkah lain atau dukungan dari pemerintah hingga April 2015, saya rasa cukup berat target dapat tercapai," kata Yustinus kepada ROL, Ahad (15/3.

Yustinus mengatakan, salah satu bentuk bantuan itu bisa dilakukan dengan membuat  format kerjasama yang lebih formal antara Ditjen Pajak, Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan, hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dengan kerjasama itu, Ditjen Pajak bisa mendapat bantuan dari PPATK untuk menganalisis semua transaksi keuangan yang mencurigakan secara pajak.

Lalu diberikan kepada Ditjen Pajak dan meminta membuka data nasabah tersebut kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Upaya tersebut dinilai menjadi solusi setelah Peraturan Dirjen Pajak terkait pelaporan pajak bunga deposito nasabah dibatalkan.

"Pemerintah dalam waktu dekat harus membuat langkah lain yang dapat membantu Ditjen pajak mengakses data perbankan. Tapi jangan seperti kemarin seperti membuka data deposito," kata Yustinus.

Secara pribadi, Yustinus menilai pelaporan pajak deposito nasabah memang berpotensi menabrak UU Perbankan terkait kerahasiaan data nasabah. Makanya, perlu ada cara lain yang lebih baik supaya Ditjen Pajak bisa mengakses data perbankan.

Dia juga menyarankan agar Ditjen Pajak tidak terlalu "ngoyo" untuk mengeluarkan peraturan baru untuk menambah objek pajak. Sebab, ini membutuhkan proses yang tidak sebentar. Mulai dari peraturan itu sendiri hingga kesiapan dalam melaksanakannya.

Dari sektor pajak pertambahan nilai (PPN), ujar dia, masih ada banyak potensi yang belum digali. Bukan hanya PPN tol yang baru saja diputuskan ditunda. Tapi juga ada banyak pelaku usaha yang menghindar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) agar tidak dikenakan PPN.

"Suplier hingga distributor banyak yang menghindar sebagai PKP. Kalo ini bisa dioptimalkan dari hulu ke hilir, saya rasa potensinya besar," kata dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement