REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Hukum Indoensia Legal Roundtale, Erwin Natosmal Oemar mengatakan penundaan penyelesaian kasus merugikan Bambang Widjojanto (BW) dan Abraham Samad (AS). Dikhawatirkan kasus ini menjadi ajang balas dendam Polri kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Mereka berdua kehilangan kesempatan untuk kembali mengurus KPK karena status hukumnya," kata Erwin pada Republika Online (ROL), Senin (16/3). Dengan tetap menyandang status tersangka, lanjutnya, BW dan AS tidak bisa memimpin KPK, karena adanya aturan pimpinan KPK yang menyandang status tersangka harus mengundurkan diri.
Erwin mengingatkan agar kasus BW dan AS tidak menjadi ajang balas dendam Polri kepada KPK. "Jangan sampai kasus ini hanya akal-akalan polisi saja untuk balas dendam pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Karena seharusnya mereka(Bareskrim) sudah memiliki berkas dan bukti kuat sebelum menangkap," kata Erwin. Akal-akalan ini, kata dia, terlihat dari penggunaan pasal yang dipakai untuk menjerat BW dan AS berubah-ubah.
Sebelumnya, Kabareskrim Budi Waseso mengatakan penundaan kasus BW tersebut dilakukan karena alasan situasi yang belum kondusif.