REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ekonom Institute Development for Economics and Finance (Indef) Eko Listyanto menyebut surplusnya neraca perdagangan pada Februari 2015 tak serta merta menjadi kabar gembira. Surplus ini justru bisa menjadi pertanda terjadi perlambatan ekonomi dalam negeri.
Alasannya, jelas Eko, karena terjadi penurunan ekspor baik dari segi nilai ataupun volume. Sedangkan volume impor tercatat naik. Untungnya, harga komoditas sedang menurun sehingga nilai impor tertekan dan mengalami penurunan.
"Kalau posisi ekspor turun dibandingkan Januari, saya khawatir ini menunjukkan bahwa kapasitas ekonomi Indonesia menurun. Jadi jangan senang dulu," kata Eko kepada Republika.
Eko menyadari bahwa penurunan eskpor dikarenakan terjadi perlambatan ekonomi dari mitra dagang sehingga permintaan berkurang. Akan tetapi, kondisi ini justru harus menjadi perhatian pemerintah untuk terus mencari cara meningkatkan ekspor.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2015 surplus 740 juta dolar AS. Nilai ekspor tercatat sebesar 12.289 juta dolar AS atau menurun 7,99 persen dari posisi Januari 2015. Begitu pula dengan volume ekspor yang turun menjadi 39.737 juta ton dari posisi Januari 43.432 juta ton
Sedangkan volume impor per Februari naik 1,16 persen menjadi 12.134 juta ton. Beruntung, karena terjadi penurunan harga komoditas, maka nilai impor turun 8,42 persen dari posisi Januari menjadi 11.550 juta dolar AS. BPS menyampaikan rata-rata harga agregat barang impor turun 9,46 persen terhadap posisi Januari.
"Itu artinya kita tidak bisa meningkatkan kinerja ekspor. Perlu upaya ekstra dari pemerintah. Kalau tidak bisa, maka akan sulit untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi," kata dia.