REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Enam orang, termasuk tiga anak-anak, tewas dalam dugaan serangan gas oleh penguasa, di Suriah baratlaut, Senin (17/6) malam. Hal tersebut diungkapkan pegiat dan kelompok pemantau.
"Tiga anak-anak, ibu, ayah dan nenek mereka mati lemas setelah serangan bom barel oleh rejim di desa mereka di Provinsi Idlib," kata Pemantau Hak Asasi Manusia Suriah seperti dikutip AFP.
Kelompok bermarkas di Inggris itu mengatakan, dokter di desa Sarmin di tenggara ibukota provinsi Idlib menyimpulkan bahwa cara kematian mereka menunjukkan penyebabnya adalah gas, kemungkinan klorin, yang dikeluarkan dari bom barel.
Komite koordinasi lokal Sarmin mengatakan gas klorin telah digunakan dan mereka memublikasikan foto-foto situasi kacau di rumah sakit lapangan dimana para korban batuk-batuk dan memegang masker gas di wajah mereka.
Kelompok itu juga mengunggah video mayat-mayat pucat tiga anak-anak yang tewas dalam serangan itu. Mereka terlihat berumur tidak lebih dari lima tahun dan ada lingkar hitam di mata mereka.
Penguasa Suriah dituduh menggunakan klorin --bahan beracun yang dianggap sebagai senjata kimia-- di wilayah-wilayah sipil.
Pemerintah tersebut juga dikritik oleh kelompok HAM karena menggunakan bom barel, senjata yang dipenuhi bahan peledak dan biasanya dijatuhkan dari helikopter. Ibrahim al-Idlibi, seorang pegiat dari kawasan tersebut, memastikan bahwa enam warga sipil mati lemas setelah dua kali bom-bom barel dijatuhkan ke desa tersebut.
"Dalam serangan kedua, para relawan berupaya melindungi warga sipil dengan menyemprotkan air ke arah mereka. Namun saat itu mereka sudah mulai lemas," katanya.
Ia mengatakan kepada AFP bahwa para dokter setempat belum menyebutkan jenis gas yang digunakan. Pada awal Maret, Dewan Keamanan PBB mengadopsi resolusi yang dirancang AS yang mengecam penggunaan klorin di Suriah dan mengancam akan mengambil tindakan jika gas klorin masih digunakan dalam serangan selanjutnya.