REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Penerapan sistem pertahanan udara Amerika Serikat (AS) yang canggih di Korea Selatan untuk melawan ancaman rudal Korea Utara tampaknya membuat Korea Selatan (Korsel) sakit kepala.
Sebab, Korsel berada di antara sekutu kemanan terdekatnya, AS dan mitra dagang terbesarnya Cina.
Sejak Juni, pejabat militer AS mengatakan bila Sistem Pertahanan pada Jarak Ketinggian Maksimal atau Terminal High Altitude Area Defense (THAAD) merupakan sistem yang dibutuhkan Korsel untuk menghalau rudal Korut. Meski, pengajuan resmi dari AS belum diberikan.
Sistem THAAD dirancang untuk mencegat rudal balistik pada ketinggian maksimum. Sistem ini memiliki radar yang dapat melacak objek hingga 2.000 kilometer dan tentunya mencakup daratan Cina.
Namun, penerapan sistem itu membuat beberapa anggota parlemen di Korsel prihatin. Mereka mengkhawatirkan dampak pada hubungannya dengan Cina. Di sisi lain, anggota perlemen lain mengungkapkan bila THAAD di Korsel akan memperkuat aliansi keamanan dengan AS.
Perdebatan juga terjadi saat Korsel ingin bergabung dengan Bank Pembangunan yang dipimpin oleh Cina, tapi AS menentangnya.
"Ini adalah isu yang sensitif ketika kita melihat hubungan Korea Selatan-AS dan hubungan Korea Selatan-Cina," kata seorang pejabat pemerintah Korsel.
Isu tersebut juga telah menjadi pemberitaan utama berbagai media di Korsel. Menanggapi hal tersebut, juru bicara Gedung Biru Min Kyung-wook menegaskan bila pihaknya sejauh ini belum memiliki pembicaraan sejauh ini dengan Washington.
"Belum ada permintaan, jadi belum ada konsultasi dan karena itu tidak ada keputusan," ujar dia.
Awal bulan ini, Kepala Angkatan Darat Komando Pasifik AS, Jenderal Vincent Brooks mengatakan kepada THAAD sangat dibutuhkan di Korsel. Terlebih, Korut senantiasa siap melesatkan sistem rudal yang dimilikinya.
Seperti diketahui, AS merupkan sekutu terdekat Korsel. Negara adidaya tersebut mempertahankan 28.500 tentara militernya di Korsel untuk menjaga negara tersebut selama gencatan senjata dengan Korut.
Sistem THAAD dibuat oleh Lockheed Martin Corp dengan biaya lebih dari 1 triliun won atau Rp 11,7 triliun. Beberapa pejabat parlemen yang kontra THAAD mengusulkan pengembangan sistem rudal yang sudah ada.