REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Pidana Pencucian Uang dari Universitas Trisakti, Yenti Garnasih menyesalkan wacana dimudahkannya syarat pemberian remisi bagi koruptor.
Ia mengatakan kebijakan itu justru menjadi bentuk ketidakmampuan pemerintah menangani korupsi. Sebab, hal tersebut menjadi berbanding terbalik dengan janji memberantas korupsi di Indonesia.
"Ini jadi kontraproduktif untuk memusatkan pemberantasan korupsi," kata Yenti, Selasa (17/3).
Ia mengatakan koruptor seharusnya diberikan efek jera karena telah merugikan negara terutama rakyat. Munculnya wacana ini justru dirasanya menunjukkan kegagalan pemerintah menindak penjahat luar biasa tersebut. Padahal saat ini Indonesia tengah berada pada kondisi darurat korupsi.
Langkah ini dinilainya juga akan membuat upaya pencegahan korupsi gagal total. Sebab, hukuman yang diberikan tidak memberatkan mereka. Kemungkinan besar yang sudah melakukan juga akan mengulangi lagi.
Inilah yang dikatakan Yenti nantinya membuat upaya pemerintah membasmi kasus korupsi di Indonesia tidak akan pernah selesai. Sebab, kebijakan yang dikeluarkan pun berbanding terbalik dengan kondisi yang sedang terjadi.
Pemerintah harus bisa melihat prioritas kebijakan yang dibutuhkan sat ini. "Kondisi lagi darurat kok malah diringankan," ucapnya.