REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa penuntut umum menuntut tujuh tahun penjara terhadap terdakwa kasus pencurian air milik PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja), Fabian Effendi Bin Effendi. Fabian dituntut atas tiga pasal sekaligus, yakni pasal pencurian, sumber daya air, dan pencucian uang.
.
Rencananya, Pengadilan Negeri Jakarta Utara akan menjatuhkan hukuman hari ini, Selasa (17/3). Namun sidang terpaksa ditunda lantaran hakim belum siap dengan putusannya.
"Hakim belum siap dengan redaksi putusannya, jadi sidang ditunda minggu depan," ujar Jaksa Penuntut Umum, Yan Ervina, ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa (17/3).
Selain Fabian, kasus pencurian air juga menjerat Junaidi Maruapey. Junaidi dituntut hukuman lebih rendah, yakni dua tahun enam bulan penjara. Yan mengatakan, hukuman Junaidi lebih rendah karena dirinya hanya sebagai anak buah Fabbian.
Sidang kasus pencurian air bermula dari aksi tangkap tangan Polda Metro Jaya bersama Palyja di penyulingan air bersih (WTP) di Kompleks Pergudangan Muara Karang, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, 1 September 2014 silam.
Dalam operasi ini polisi menangkap dua tersangka yang melakukan pencurian air milik Palyja. Modus pencurian dilakukan dengan merusak katup wash out di jaringan pipa primer induk Palyja. Air dari pipa primer kemudian disedot dengan pompa dan masuk ke instalasi penampungan air mereka yang namai PD Doa Bersama.
Dari aksinya ini, terdakwa berhasil menyedot air bersih sebanyak 7,5 liter per detik atau 210 kubik perhari. Air bersih ilegal ini kemudian dijual ke tongkang, rumah-rumah mewah, dan perkantoran sekitar lokasi. Air dijual dengan tangki-tangki berkapasitas 250-300 ribu kubik dengan harga jual Rp 4-5 ribu perliter.
Kasus dengan terdakwa Fabian Effendi Bin Effendi dan Junaidi Maruapey bernomor 1496/Pid.B/2014/PN JKT.UTR. Sidang yang dipimpin oleh Hakim Abdul Rosad. Sidang putusan harus ditunda lantaran hakim belum siap dengan putusannya. Selain itu, tersangka Junaidi tidak menghadiri sidang hari ini.
"Salah satu tersangka tidak datang, sebenarnya tidak mempengaruhi keputusan hakim. Namun bisa jadi pertimbangan yang memberatkan bagi hakim karena dianggap tidak koopertif," kata Yan.