Rabu 18 Mar 2015 13:58 WIB

Korupsi Bukan Pelanggaran HAM Berat?

Rep: C23/ Red: Ilham
 Pengunjung menyaksikan lukisan karikatur simbol koruptor pada peringatan hari Anti Korupsi Sedunia di bawah Jembatan Layang Urip Soemoharjo Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (8/12). (Antara/Yusran Uccang)
Pengunjung menyaksikan lukisan karikatur simbol koruptor pada peringatan hari Anti Korupsi Sedunia di bawah Jembatan Layang Urip Soemoharjo Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (8/12). (Antara/Yusran Uccang)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Walaupun dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 99 tahun 2012 diterangkan bahwa korupsi, teror, dan narkoba adalah kasus yang tidak berhak mendapatkan remisi, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia Chudry Sitompul berpandangan lain. Menurutnya, korupsi termasuk dalam tindak pidana umum karena berada dalam kategori pencurian. Yang membedakan dengan pencuri lainnya, kata dia, mereka mengambil uang negara.

Chudry menjelaska itu karena bergulirnya wacana Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly yang ingin memberikan remisi pada para koruptor. Chdury menilai, koruptor memang berhak mendapatkan remisi. Karena tindak pidana itu tidak termasuk dalam pelanggar HAM berat.

"Yang tidak berhak mendapatkan remisi adalah pelanggar HAM berat seperti tentara NAZI yang membantai Yahudi waktu perang dunia ke-2 dulu," ungkapnya pada Republika, Rabu (18/3). "Jadi, semangatnya terlalu berlebihan kalau koruptor tidak berhak mendapatkan remisi," tambahnya.

Chudry menjelaskan, dalam Undang-undang Korupsi memang diterangkan bahwa korupsi merupakan kejahatan luar biasa karena merugikan negara dan ekonomi sosial masyarakat. Namun, tidak adil kalau semua koruptor dihukum berat seperti penjara seumur hidup. "Mereka (koruptor) juga harus dihukum proporsional," katanya.

Menurut dia, walaupun remisi berada di luar sistem pidana. "Tapi ada juga Undang-Undang dan kebijakan negara yang mengatur soal pengurangan masa tahanan tersebut," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement