REPUBLIKA.CO.ID, SERANG -- Puluhan dokter Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banten melakukan aksi mogok melayani pasiennya. Selain selama tiga bulan insentif para dokter belum dibayarkan oleh pihak manajemen, aksi mogok ini juga menyusul buruknya pengelolaan RSUD Banten.
Sementara, puluhan pasien Rumah Sakit Umum Darah (RSUD) Banten yang hendak memeriksakan kesehatan dan mendapatkan perawatan terlantar selama dua hari ini. Tak sedikit pasien yang datang dari wilayah Serang dan Pandeglang memilih pulang tanpa mendapatkan pengobatan.
“Saya dari Cikeusal pak. Istri saya mau memeriksakan kandungan eh dokternya nggak ada. Kata orang rumah sakit tutup," kata Suandi pasien warga Cikeusal, kemarin (17/3).
Begitu juga dengan Sartini, 33 tahun, warga Baros. Ia mengaku tak percaya saat mendaftar rawat inap untuk anaknya yang menderita kejang-kejang sejak kemarin sore, namun ditolak lantaran menurut pihak manajemen, RS tersebut tutup.
“Saya engga ngerti, kok bisa sih tutup. Baru dengar saya, ada RS tutup. Bangkrut atau apa sih. Saya masih tidak ngerti,” kata Sartini heran.
Ia mengaku sangat menyesal kenapa harus membawa anaknya ke RS milik Pemprov, jika kenyataannya mendapatkan jawaban RS tidak beroperasi. “Saya harus ke RS Pandeglang. Kenapa saya bawa kemari ya, di Pandeglang juga ada rumah sakit. Memang sih harapan saya RS bisa memberikan pelayanan maksimal, karena saya pernah dengar RS ini lebih lengkap,” ungkapnya.
Sementara Plt RSUD Banten, Jaka Roseno saat dikonfirmasi membenarkan adanya gangguan pada pelayanan di rumah sakit Banten akibat sejumlah dokter yang tidak masuk. “Iya memang tadi pelayanan bermasalah,” kata Jaka.
Terkait selama tiga bulan insentif para dokter yang belum dibayarkan, dan jasa medis yang tidak transparan, Jaka enggan berkomentar banyak. “Coba nanti saya cek, kebenarannya,” kata Jaka singkat.