REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Istri Perdana Menteri Australia, Margie Abbott, biasanya sosok pemalu di depan media. Tapi kini, ia bersedia diwawancarai majalah perempuan ‘Women’s Weekly’ Australia, dan berbicara terbuka tentang perjuangannya sebagai ‘ibu negara’ Australia.
Margie mengisahkan ke majalah itu bagaimana ia pertama kali bertemu Tony Abbott pada tahun 1987. Ketika itu ia masih berprofesi sebagai wartawan dan guru sekolah dan ia menceritakan kencan pertama mereka dan malam ketika Tony Abbott melamarnya.
Ditanya tentang perannya sebagai istri Perdana Menteri, Margie mengakui posisi ini bukanlah yang ia harapkan. Dia mengatakan bahwa dirinya sungguh filosofis mengenai masa depan apa yang mungkin menimpa sang suami dan karir politiknya.
"Yah itu akan sulit. Hidup memberi seseorang segala macam tantangan. Tentu saja jika Abbott tak lagi menjabat Perdana Menteri, itu akan menjadi babak baru, tapi bab baru yang berbeda,” ujarnya baru-baru ini.
Ia menyambung, "Bab baru bisa memberi semangat, mereka bisa menguji Anda. Jadi saya pikir saya akan melihatnya dengan cara seperti itu, dan saya pikir Tony akan bersikap demikian."
Margie juga diminta untuk mengomentari kinerja kepala staf Tony Abbott, yakni Peta Credlin, tapi ia menolak untuk berbicara lebih detil.
"Saya biarkan orang lain yang menilainya. Tetapi intinya, Peta bekerja sangat keras dan itu adalah pekerjaan yang sulit," katanya.