Rabu 18 Mar 2015 15:48 WIB

Wapres: WNI Gabung ISIS Bisa Dicabut Kewarganegaraannya

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Esthi Maharani
Wakil Presiden Jusuf Kalla
Foto: Antara/HO/Humas UMY Hamim Thohari
Wakil Presiden Jusuf Kalla

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 16 warga negara Indonesia dinyatakan telah hilang di Turki. Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) marciano Norman pun mengungkapkan motif para ke-16 WNI yang memiliki paham yang sama dengan ISIS sehingga berniat untuk bergabung dengan kelompok tersebut.

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan tiap warga negara Indonesia yang ikut berperang untuk negara lain maka dapat kehilangan kewarganegaraannya. Hal ini sesuai dengan peraturan perundangan-undangan di Indonesia.

"Kalau dia ikut berperang dan itu suatu negara maka dia bisa kehilangan kewarganegaraan. Dia bisa kehilangan kewarganegaraan apabila dia berperang untuk negara lain. Itu undang-undang dasar," kata JK di kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Rabu (18/3).

Hingga saat ini, lanjut Wapres, belum ada kelanjutan kabar terbaru dari belasan WNI yang dinyatakan hilang dan ditahan di negara Turki.

"Itu ada 2 kali 16, kita tidak tahu yang mana itu. 16 yang pertama masih belum ketemu. Ini 16 yang kedua ini. Belum (ada kabar)," tambah Kalla.

Sebelumnya, Wakapolri Komjen Badrodin Haiti mengatakan kelompok ISIS telah lama masuk ke Indonesia. Menurut dia, kantong-kantong perekrutan organisasi tersebut tidak hanya ada di Poso, namun juga tersebar di wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat, serta Sulawesi Selatan.

Sedangkan, Marciano mengatakan saat ini pemerintah tengah mengupayakan opsi pemulangan para WNI. Selain itu, pemerintah Indonesia dengan pemerintah Turki tengah membahas opsi pencari suaka.

Ia mengungkapkan sejauh ini BIN telah mengetahui motif para WNI bergabung dengan kelompok ISIS. Menurut Marciano, salah satu dari kelompok tersebut memang memiliki paham yang sama dengan ISIS. Sedangkan, kelompok lainnya hanya bermotif ekonomi untuk bergabung dengan kelompok tersebut.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement