Rabu 18 Mar 2015 19:43 WIB

Soal Remisi untuk Koruptor, Ini Kata Wapres JK

Wakil Presiden Jusuf Kalla
Foto: Antara/HO/Humas UMY Hamim Thohari
Wakil Presiden Jusuf Kalla

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla berpendapat, remisi bagi koruptor merupakan bagian dari pemberian hukuman itu sendiri.

"Bahwa itu diberikan remisi, itu tentu. Kalau memang karena korupsi itu kriminal berat, tentu hukumannya juga berat," kata Wapres Kalla di Jakarta, Rabu (18/3).

Menurut Wapres, orang yang sudah divonis bersalah dan menjalani hukumannya di penjara, pasti sudah mengikuti peraturan yang ada. "Kalau orang sudah dipenjara, sudah merasakan vonis, tentu itu juga sudah menjalani aturan-aturan yang ada, menjadi sama dengan yang lain," kata Wapres.

Sebelumnya, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly berencana merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Permasyarakatan. Salah satu poin revisi tersebut mengenai pengaturan pemberian remisi yang akan diatur menjadi di bawah wewenang Kementerian Hukum dan HAM.

Rencana Yasona tersebut mendapat reaksi protes dari para pemerhati antikorupsi. Ketua Setara Institute Hendardi mengingatkan agar Pemerintah tidak mengobral remisi kepada narapidana korupsi.

Meskipun remisi menjadi hak para terpidana, namun pemberian keringanan hukuman kepada koruptor akan melukai rasa keadilan masyarakat. "Remisi dan pembebasan bersyarat tidak bisa diobral. Hak itu harus diberikan dengan standar akuntabilitas yang tinggi, sehingga tidak melukai rasa keadilan," kata Hendardi.

Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta juga meminta Pemerintah untuk tidak mengobral remisi untuk terpidana kasus korupsi.

"Apabila syarat remisi terpidana korupsi dipermudah, dikhawatirkan tidak akan ada efek jera bagi para pelaku korupsi," kata Direktur Pukat Korupsi FH UGM Yogyakarta Zainal Arifin Mochtar.

Menurut Zainal, rencana Menkumham merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 tahun 2012 untuk kembali memberikan remisi dan pembebasan bersyarat bagi narapidana kasus korupsi adalah salah dalam memaknai substansi peraturan pemerintah.

"Menkumham salah dalam memaknai substansi peraturan pemerintah, karena memang dalam peraturan tersebut tidak ada hak napi yang dihilangkan," katanya.

Ia berharap Pemerintah tidak semestinya tidak mengobral remisi untuk terpidana kasus korupsi, pemerintah justeru harus memperketat syarat mendapatkan resmisi. "Apabila syarat remisi terlalu mudah maka tidak akan menimbulkan efek jera pelaku korupsi dan komitmen Pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk memerangi korupsi akan kian diragukan," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement