Kamis 19 Mar 2015 14:00 WIB

PK Hambat Eksekusi Mati MA menyatakan proses sidang PK paling lama tiga bulan.

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Pelaksanaan eksekusi mati tahap hingga kini belum jelas jadwalnya. Jaksa Agung HM Prasetyo mengakui, tertundanya eksekusi mati menyusul gelombang pendaftaran peninjauan kembali (PK) oleh terpidana mati. “Ada proses hukum baru yang masih harus kita tunggu. Kita harapkan secepatnya akan segera tuntas proses hukumnya,” kata Prasetyo, di kantor presiden, Rabu (18/3).

Pada tahap dua, Kejaksaan Agung (Kejakgung) berencana melakukan eksekusi mati terhadap 10 terpidana mati kasus narkoba. Namun, tiga orang di antaranya kini mengajukan PK, yakni Mary Jane Viesta Veloso asal Filipina, Serge Areski Atlaoui asal Prancis, dan Martin Anderson asal Ghana.

Selain itu, Prasetyo melanjutkan, dua anggota jaringan narkoba, Bali Nine, yakni Myuran Sukumaran dan Andrew Chan juga tengah menempuh upaya hukum melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas penolak grasi dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Meski dia menilai upaya hukum itu tak lazim, Prasetyo mengatakan, proses hukum itu tetap harus ditunggu. “Kita tunggu semua sajalah. Karena nanti kalau tidak bersamaan kan justru akan merepotkan kita. Kita inginnya supaya segera selesai semua,” ucap Prasetyo.

Pihak Mahkamah Agung (MA), pada Rabu (18/3), menyatakan, berkas perkara PK yang diajukan terpidana mati Mary Jane Fiesta Veloso sudah masuk ke MA. Namun, MA belum menetapkan majelis hakim yang akan menangani perkara dari Pengadilan Negeri (PN) Sleman itu. “Sudah masuk ke MA, sudah diberi nomor tapi belum ditetapkan majelis hakimnya,” kata Juru Bicara MA Suhadi, kepada Republika, Rabu (18/3).

Menurut Suhadi, penentuan majelis hakim PK tersebut akan diketahui dalam dua hingga tiga hari ke depan. Sementara, kapan tepatnya sidang PK digelar, Suhadi mengatakan, jadwal ditentukan oleh majelis hakim yang ditunjuk ketua MA. Mary Jane adalah terpidana mati setelah dinyatakan terbukti bersalah menyelundupkan 2,8 kg heroin pada 2011.

Kasus Zainal

Pengacara terpidana mati kasus narkoba Zainal Abidin, kemarin, melayangkan surat tertulis ke MA. Surat dikirim menyusul ditolaknya permohonan PK Zainal. “Mahkamah Agung mengirimkan surat bahwa berkas permohonan PK ditolak. Jadi, kami pun menjawab dengan surat meminta penjelasan mengenai alasannya,” kata pengacara Zainal, Ade Yuliawan, di PN Palembang, Rabu (18/3).

Ade yakin, pengembalian berkas PK kliennya oleh MA bukanlah penolakan. Berkas PK dikembalikan karena ada kekurangan materi PK. “Jika dikembalikan artinya masih ada berkas yang kurang dan kekurangan itu yang akan kita cari tahu dengan meminta penjelasan secara tertulis,” kata Ade.

Zainal Abidin merupakan terpidana mati kasus kepemilikan 58,7 kg ganja yang ditangkap pada 2001.

Pada persidangan di PN Palembang pada 13 Agustus 2001, ia dituntut hukuman penjara selama 15 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum. Namun, majelis hakim PN Palembang menjatuhi hukuman 18 tahun penjara. Upaya banding Zainal malah berujung vonis hukuman mati dari Pengadilan Tinggi Sumatra Selatan yang putusannya kemudian juga diperkuat oleh putusan kasasi MA pada 3 Desember 2001.

Zainal kemudian mengajukan upaya PK pada 2005. Setelah grasinya ditolak Presiden Jokowi, Zainal kemudian masuk daftar terpidana mati yang akan dieksekusi oleh Kejaksaan Agung dalam waktu dekat. Zainal kini sudah berada di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. n antara ed: andri saubani 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement