REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana pemerintah yang ingin menerapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen kepada para pengguna jalan tol termasuk angkutan umum dan barang dinilai kurang tepat oleh Organisasi Angkutan Darat (Organda).
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Organisasi Angkutan Darat (DPP Organda) Eka Sari Lorena mengatakan pengenaan pajak terhadap angkutan umum dan barang dirasa tidak sejalan dengan rencana pemerintah yang ingin menurunkan tingginya biaya transportasi dan logistik.
"Monggo-monggo saja kalau kendaraan pribadi dikenakan PPN jalan tol, tapi kalau untuk angkutan umum dan barang, saya rasa kurang cocok," ujar Eka dalam diskusi kepada wartawan di Pacific Place, Jakarta, Kamis (19/3).
Ia menambahkan, Organda telah mengirimkan surat keberatan kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PU-Pera) pada akhir Februari lalu terkait permintaan agar angkutan umum dan barang tidak dikenakan PPN jalan tol. Namun hingga kini, dia mengaku belum mendapat tanggapan secara signifikan hal tersebut akan kabulkan.
"Kita masih menunggu dan berharap pemerintah menyampaikan kepada kita bahwa angkutan umum dan barang tidak dikenakan PPN jalan tol," sambungnya.
Eka melanjutkan, PPN sebesar 10 persen kepada pengguna jalan tol pada dasarnya tidak akan berdampak besar jika hanya mengarah kepada satu atau dua angkutan umum. Namun, ia mengkhawatirkan para pengusahan angkutan umum yang memiliki armada sekitar 50 bus. PPN tersebut dinilai akan berdampak besar.
Ia membandingkan kondisi ini dengan yang terjadi di negara lain dimana angkutan umum diberikan jalur khusus.
"Kalau disini, sudah dikenakan biaya, mau dikenakan PPN juga," lanjut Eka.
Eka menilai, jika pada akhirnya pemerintah benar-benar menerapkan PPN jalan tol terhadap angkutan umum dan barang, maka program revitalisasi yang selama ini digembar-gemborkan pemerintah tidak serius.