REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wayang sebagai hasil budaya manusia Indonesia mengandung nilai-nilai kehidupan yang tinggi. Wayang merupakan bahasa simbol dari kehidupan manusia yang bersifat kerohanian.
Wayang terutama wayang kulit yang merupakan bentuk kesenian klasik tradisional mengandung ajaran, menyentuh dasar-dasar hakiki manusia. Seperti ajaran moral yang menyangkut moral pribadi, moral sosial, serta moral Ketuhanan atau moral religius.
Suatu kenyataan bahwa wayang menjadi kegemaran rakyat sejak abad ke XVI sampai sekarang, dan masih terus akan digemari. Ada beberapa sebab yang menjadikan rakyat gemar dengan seni wayang. Pertama, pertunjukan wayang merupakan paduan dari multi seni, lukis, pahat, karawitan, tari, drama, sastra, lelucon, dan seni suara.
Perpaduan semua itu menjadi terasa sangat serasi dan harmonis. Kedua, cerita pewayangan berisi ajaran tentang ketuhahan, filsafat, moral, kepahlawanan, kenegaraan dan cita-cita hidup. Sehingga ajaran dari cerita pewayangan dapat digunakan sebagai pegangan serta teladan. Ketiga, pertunjukan wayang dapat melayani selera segala lapisan, tua, muda, anak, pejabat tinggi, wanita, dan rakyat jelata.
Ajaran Ketuhanan, filsafat, akhlak akan memenuhi selera orang tua. Masalah kenegaraan memenuhi selera pejabat, pemerintah, atau tokoh masyarakat. Cerita kepahlawanan dan peperangan sangat sesuai dengan selera pemuda.
Kesetiaan tokoh wanita dalam wayang sangat menarik para wanita untuk diteladani. Lakon perang sangat digemari oleh anak-anak, sedangkan lelucon dan kisah cinta digemari oleh siapapun.
Saking digemarinya wayang oleh rakyat sejak abad ke XVI, Sunan Kalijaga menggunankan seni pertunjukan wayang untuk sarana dakwah penyebaran Islam. Lewat sentuhan adaptatifnya, ajaran Islam dapat masuk ke dalam kehidupan masyarakat khususnya di Pulau Jawa.
Metode dakwah Sunan Kalijaga tersebut dianganp sangat cerdik. Antara seni, kebudayan tanpa mereduksi esensi ajaran Islam dapat diharmonikan oleh Sunan Kalijaga.
Sehingga dalam penyebaran agama Islam tak sampai menimbulkan reaksi negatif di kalangan masyarakat yang fanatik dengan tradisi leluhurnya.
Ada karakter wayang yang sangat khas Indonesia. Kehadiran karakter lokal itu tidak lepas dari peran Sunan Kalijaga. Walaupun pada umumnya kisah pewayangan menggunakan lakon Ramayana dan Mahabarata yang masih ada hubunganya dengan ajaran Hindu, Sunan Kalijaga tidak kehilangan kecerdikanya dalam berdakwah.
Sunan Kalijaga meramu dakwahnya sedemikian rupa sehingga sampai saat ini pertunjukan wayang identik dengan ajaran moral pribadi, moral sosial, serta moral ketuhanan atau moral religius yang bernafaskan Islam.
Karakter-karakter wayang yang dibawakanya pun beliau tambah dengan karakter baru yang mencerminkan nafas Islam. Misalnya karakter Punakawan yang terdiri atas Semar, Bagong, Petruk, dan Gareng adalah karakter yang sarat dengan muatan Islam khas Indonesia.
Kehadiran karakter lokal itu melambangkan orang kebanyakan. Karakternya mengindikasikan bermacam-macam peran, seperti penasihat para kesatria, penghibur, kritik sosial, badut, bahkan sumber kebenaran dan kebijakan.
Sumber: Serat Bayanullah