REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly tidak ambil pusing dengan rencana Golkar kubu Aburizal Bakrie (Ical), yang akan melaporkannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), jika mengeluarkan surat keputusan (SK) pengesahan kepengurusan Partai Golkar kubu Agung Laksono.
Dengan santai Yasonna justru bertanya balik, apa hubungannya antara dikeluarkannya SK pengesahan keputusan Partai Golkar kubu Agung Laksono dengan KPK. Yasonna juga menilai, kubu Ical hanya mencari-cari kesalahan saja.
"Apa hubungannya KPK sama Golkar? Dicari-cari saja itu," kata Yasonna di kantor Wapres, Jakarta, Jumat (20/3).
Terkait belum dikeluarkannya SK pengesahan Golkar kubu Agung, Yasonna mengatakan hal itu karena terkendala data yang masih belum lengkap.
"Belum. Kemarin ada data yang kurang," ujarnya.
Sebelumnya Sekertaris Fraksi Partai Golkar DPR RI, Bambang Soesatyo mengatakan pihaknya bersama Golkar kubu Aburizal Bakrie berencana akan melaporkan Yassona Laoly ke KPK dan Kejaksaan Agung. Langkah ini akan diambil oleh Bamsoet ketika Yassona resmi mengeluarkan SK.
"Kami laporkan dengan sangkaan Pasal 23 UU Nomer 31 Tahun 1999 tentang Tipikor, Juncto pasal 421 KUHP," ujar Bamsoet melalui pesan singkatnya, Jumat (20/3).
Menurutnya, Yassona telah terbukti meloloskan bukti munas Ancol yang abal-abal, selain itu bukti munas ancol tersebut sarat akan tindak pidana pemalsuan. Apalagi, ditambahkan Bamsoet, Yassona selaku Menteri Hukum dan HAM juga seakan menutup mata, dan mengesampingkan realitas politik.
Selain mengancam akan melaporkan Yassona ke KPK, Bamsoet juga memperingatkan pemerintah jika membiarkan tingkah yang dibuat oleh Yassona, maka Ical dan kroninya tidak bertanggung jawab ketika timbul konflik horizontal di akar rumput Partai Golkar.
Bamsoet mengingatkan kepada pemerintah dan Yassona jangan sampai Golkar pecah seperti saat PDI pecah menjadi PDIP. Kejadian terjadi saat masih bernama PDI telah banyak memakan korban jiwa.
Ketika itu kader PDI pimpinan Megawati berusaha mempertahankan diri dari serbuan orang ketua Umum PDI (hasil Kongres Medan). Peristiwa Kudatuli tersebut hingga kini masih mempertanyakan beberapa kader militan Megawati tidak jelas rimbanya.