Jumat 20 Mar 2015 19:45 WIB

Bappenas: Depresiasi Kurs Tak Tunda Pembangunan Infrastruktur

Infrastruktur Jalan
Foto: Republika/Prayogi
Infrastruktur Jalan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Andrinof A. Chaniago mengatakan depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sejauh ini tidak membuat pemerintah memperlambat pembangunan infrastruktur, meskipun terdapat kekhawatiran akan naiknya nilai impor barang modal.

"Tidak direm, tidak ditunda, masih sesuai jadwal (pembangunan infrastruktur)," kata Andrinof di Jakarta, Jumat (20/3).

Pemerintah, ujar Andrinof, terus mengantisipasi dampak depresiasi rupiah ini agar tidak menunda akselerasi pembangunan infrastruktur. Beberapa upaya antisipasi tersebut adalah agar pembangunan infrastruktur dapat mengurangi impor belanja barang modal, dan menggantinya dengan potensi dari dalam negeri.

"Seperti misalnya optimalisasi BUMN-BUMN karya disini agar lebih menggunakan potensi dalam negeri," ujar dia.

Selain substitusi impor tersebut, ujar dia, pemerintah juga ingin lebih selektif melakukan impor barang modal.

"Akan dikendalikan seperti menghentikan impor barang modal yang tidak perlu," ujar dia.

Selain pembangunan infrastruktur oleh pemerintah, Andrinof juga mengharapkan pembangunan infrastruktur oleh swasta jangan sampai tertunda karena pelemahan kurs rupiah ini.

Dia menuturkan pihak swasta tidak perlu khawatir dengan kenaikan ongkos impor barang modal. Jika ada kenaikan ongkos produksi, kata dia, hal itu akan tersubstitusi dengan stimulus yang diberikan oleh pemerintah, seperti yang direalisasikan dalam paket kebijakan ekonomi yang baru dikeluarkan pemerintah pada awal pekan ini.

Dia mengaku optimistis rencana dalam paket kebijakan ekonomi, seperti rencana skema baru insentif pelonggaran dan pembebasan pajak, akan membantu upaya kontribusi dunia usaha bagi perekonomian nasional.

"Barang modal akan dibantu, sebenarnya salah satu upayanya dengan insentif tax allowance, tax holiday dalam paket kebijakan itu," ujar dia.

Lebih lanjut, Andrinof mengatakan dampak depresiasi kurs dengan impor barang modal tidak membuat pemerintah khawatir akan kenaikan defisit anggaran dan defisit neraca transaksi berjalan. "Perkiraan defisit masih sesuai dengan yang sebelumnya (1,9 persen)," kata dia.

Dia juga melihat depresiasi kurs tidak akan berkepanjangan, karena hanya sentimen sesaat akibat faktor sentimen dari kebijakan normalisasi moneter Amerika Serikat. "Rupiah sudah menguat lagi kan," kata dia.

Kalangan ekonom berpendapat jika pemerintah menunda akselerasi pembangunan infrastruktur karena depresiasi rupiah, investor akan berpikir ulang untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Selain itu, penundaan pembangunan infrastruktur akan memperlambat pertumbuhan ekonomi, mengingat masalah ketersediaan infrastruktur yang sudah sedemikian parah di Indonesia.

"Investor lebih melihat jika rupiah melemah memang karena faktor global, tapi jika kondisi ekonomi domestik tidak juga membaik, salah satunya dengan infrastruktur, investor juga bisa pergi," kata Ekonom OCBC Bank, Wellian Wiranto.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement