REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi Gabungan Angkutan Darat (Organda) menyoroti tingginya biaya peremajaan angkutan umum yang dinilai memberatkan para pelaku usaha angkutan umum darat itu sendiri.
Ketua DPP Organda bidang Teknik Sarana dan Prasarana Angkutan, Ambiyah Tirasanjaya mengatakan para pelaku usaha angkutan umum pada dasarnya pun ingin meremajakan kendaraannya, namun selalu terbentur sejumlah permasalahan yang menghadapinya.
Menurutnya permasalahan terbesar memang terletak pada leasing,/i> dimana hal tersebut kembali lagi kepada kemampuan para pengusaha angkutan masing-masing.
"Masalah kedua ialah terus menurunnya pendapatan para pengusaha angkutan lantaran maraknya penggunaan kendaraan pribadi," katanya kepada Republika, Sabtu (21/3).
Ia mencontohkan jika sebelumnya para pelaku usaha angkutan umum mendapatkan setoran hingga Rp 150 ribu per harinya, saat ini menurun drastis menjadi Rp 130 ribu bahkan hingga Rp 80 ribu per hari.
Jumlah tersebut dinilai hanya cukup untuk menghidupi kebutuhan pokoknya selama sebulan, sedangkan untuk peremajaan mereka sudah tidak memiliki tabungan untuk itu, lanjutnya.
"Trayek bisa saja diremajakan tapi masalahnya di leasingnya," ujarnya.
Padahal para pelaku usaha berharap leasing mau membeli kendaraan bekasnya dengan harga yang dinilai sesuai untuk digunakan sebagai uang muka membeli mobil baru.
Ia menambahkan, leasing atau sewa guna usaha, hanya mau menghargai kendaraan angkutan umum bekas senilai Rp 15 juta saja. Jumlah tersebut dirasa terlalu kecil bagi para pelaku usaha industri ini.
"Banyak teman-teman di Bogor, Depok, dan Bekasi yang mengeluhkan hal ini," katanya.