REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Program Kemitraan 52 diyakini mampu mengejar target swasembada daging di Tanah Air. Menurut Guru Besar IPB, Prof Dr Muladno, Kemitraan Mulya 52 adalah berinvestasi selama 52 bulan untuk memperoleh 5 keuntungan dan dua kemuliaan.
Keuntungannya adalah memeroleh bagi hasil sebesar 20-40 persen per tahun, menalangi kebutuhan hidup peternak setiap bulan, mencegah ternak betina produktif atau indukan dijual, berpartisipasi menambah populasi ternak indukan dan melakukan bisnis sambil beramal. Sementara dua kemuliaan yang dimaksud adalah mencerdaskan dan meningkatkan profesionalitas peternak berskala kecil serta memberdayakan peternak untuk mandiri dan berdaulat.
Skema Kemitraan Mulya 52 ini, katanya, melibatkan pemerintah, pemodal dan peternak. Tugas pemerintah adalah menyediakan sapi indukan, pemberian vaksin, penyuluhan dan pengecekan kesehatan ternak. Tugas pemodal adalah menyediakan dana bulanan bagi peternak (Rp 600 ribu per bulan selama 52 bulan). Tugas peternak adalah memelihara sapi indukan dari pemerintah. Skema ini juga melibatkan pihak asuransi untuk memberikan jaminan kepada peternak dan pemodal.
“Kesepakatan antara pemodal dan peternak mulai terjalin jika sudah dipastikan sapi indukan dari pemerintah dalam keadaan bunting. Sedangkan yang akan diperjualbelikan adalah anak sapi (dari sapi yang bunting tadi) yang sudah berumur 1,5 tahun. Harapannya selama 52 bulan tersebut lahir empat sapi dari satu induk.
Di bawah pengelolaan SPR, peternak dan pemodal bisa saling memantau dan data populasi akan lebih akurat. Selain itu, ternak sapi akan lebih berkualitas karena dipantau langsung oleh pemerintah dan akademisi yang dianggap memiliki ilmu dan teknologi,” jelas Muladno dalam siaran persnya kepada Republika Online baru-baru ini.