Senin 23 Mar 2015 11:45 WIB

Koalisi LSM Desak Pemerintah Hentikan Privatisasi Air

Rep: Andi Nurroni/ Red: Indah Wulandari
 Pengunjuk rasa dari Koalisi Rakyat Untuk Hak Atas Air (Kruha) beraksi teatrikal dalam rangka Hari Air Sedunia di Bundaran HI, Jakarta, Sabtu (22/3). ( Republika/Aditya Pradana Putra)
Pengunjuk rasa dari Koalisi Rakyat Untuk Hak Atas Air (Kruha) beraksi teatrikal dalam rangka Hari Air Sedunia di Bundaran HI, Jakarta, Sabtu (22/3). ( Republika/Aditya Pradana Putra)

REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA -- IndoWaterCop (IWC), perhimpunan sejumlah lembaga swadaya masyarakat bidang lingkungan mendesak pemerintah menghentikan laju privatisasi air di Indonesia.

Desakan mereka agar pengelolaan sumber-sumber air diambil alih negara merupakan respons atas pembatalan UU Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air.

“Penguasaan air harus diberikan sepenuhnya, utamanya kepada BUMN/BUMD. Baru ketika semua kebutuhan dasar terpenuhi dan masih terdapat sisa, maka pemerintah dimungkinkan untuk memberikan izin pengusahaan air kepada pihak swasta namun dengan persyaratan yang ketat,” ujar Koordinator Sekretariat IndoWaterCop Riska Darmawanti, dalam rilisnya, Senin (23/3).

Ia mengharapkan itu karena air adalah salah sumberdaya penting dan mendasar untuk mendukukng kehidupan mahluk hidup dan harus dikuasai oleh negara sesuai Pasal 33 Ayat 2 dan 3 UUD 1945.

 Air, ujarnya, juga merupakan bagian dari hak azasi manusia (HAM), maka pemerintah harus menghormati, melindungi, dan memenuhinya. Oleh karenanya, pemerintah wajib untuk memastikan ketersediaannya dan keberlanjutannya untuk masa mendatang.

Riska menggambarkan, pengelolaan air yang masif oleh pihak swasta telah menyebabkan krisis air di tengah masyarakat, yang tak jarang memicu konflik.

Ia mencontohkan petani di delapan desa di Kelaten mengalami krisis air akibat eksplitasi sumber mata air Sigedang. Sejak 2003, menurut Riska, perusahaan air kemasan multinasional beroperasi di sana, bahkan berencana meningkatkan produksi.

“Sekarang ini, petani Klaten harus menggunakan mesin diesel untuk mengairi sawahnya dan masyarakat harus mengebor air hingga kedalaman lebih dari 15 meter,” kata dia. 

Tak hanya swasta, Riska menambahkan, PDAM juga tak jarang beroperasi dengan tidak memerhatikan kondisi lingkungan. Ia mencontohkan, petani di Karanganyar Jawa Tengah, sejak 2002 terpakasa mengalami penundaan waktu tanam satu bulan akibat kelangkaan air.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement