REPUBLIKA.CO.ID,SERANG -- Sekretaris Daerah (Sekda) Banten Kurdi Matin mengisyaratkan bakal memecat para dokter spesialis di RSUD Banten jika terus melakukan aksi mogok.
Menurutnya, dalam konteks pelayanan sikap tersebut tidak baik. Menurutnya, aksi ini sangat berdampak terhadap pelayanan kepada masyarakat atau pasien.
"Jika perilaku teman-teman dokter spesialis yang terus mengancam mogok, kami akan segera tinjau perikatan mereka. Maka kewajiban saya melihat kembali kontraknya (para dokter) untuk dicari formula lain," ujar Kurdi, Senin (23/3).
Selain itu, terkait insentif jasa medis yang sejauh ini dikeluhkan para dokter, Kurdi berpendapat sudah memenuhi standar sebagaimana yang diatur oleh Permenkes RI.
"Untuk ukuran kemampuan keuangan kita (Pemprov Banten) insentif jasa medik terbilang sudah lumayan, yakni kisaran Rp 20 juta – Rp 30 juta, atau melihat intensitas pasien yang dilayani," tuturnya.
Saat ditanya soal keluhan para dokter terkait transparansi pengelolaan sumah sakit, Sekda Banten yang sempat diterpa polemik rumah dinas fantantis ini enggan berkomentar.
Sedangkan terkait wacana pemecatan, salah satu dokter yang mogok justru menyayangkan sikap tersebut.
"Saya kira ini bentuk sikap antikritik. Kami sangat menyayangkan. Lagipula aksi kita beberapa kali ini merupakan bentuk kekecewaan atas situasi RSUD belakangan ini. Tiga bulan pengabaian terhadap hak, dan informasi soal insentif jasa medis yang tertutup atau tidak transparan," kata salah satu dokter yang enggan disebut namanya.
Ia menilai cara pandang Sekda terhadap aksi para dokter spesialis tidak menukik pada persoalan inti.
"Padahal intinya adalah kenapa manajemennya tidak transparan dan sampai tiga bulan insentif para dokter tidak dibayar. Lagi-lagi ini kan persoalan krisis leadership. Makanya kami segera meminta kepada pemegang kebijakan (Plt Gubernur Rano Karno) agar tidak terombang-ambing," tuturnya.
Ia menambahkan, jika tidak ada itikad baik dari pemegang kebijakan untuk memperbaiki manajemen RSUD, ia ragu jika para dokter termasuk dirinya masih bertahan dan kemungkinan lebih memilih berkiprah di tempat lain.
"Kami ini duduk bukan dalam posisi dan jabatan sebagai problem solver. Karena tataran kebijakan bukan wilayah kami. Dokter hanya sekedar pelaksana di lapangan, jika Kita menemukan banyak permasalahan tugas kita menyampaikan pada pemegang kebijakan," jelasnya.