REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Afghanistan Ashraf Ghani akan melakukan lawatan pertamanya ke Washington pekan ini. Masalah penarikan pasukan Amerika Serikat dari Afghanistan tampaknya akan menjadi agenda utama yang akan dibahas selama kunjungan.
Seperti dilansir Aljazirah Senin (23/3), Ghani tiba di AS pada Ahad (22/3) kemarin. Ia rencanannya baru akan bertemu dengan Presiden AS Barack Obama, Menteri Luar Negeri John Kerry serta Menteri Pertahanan Ashton Carter pada Selasa (24/3). Kunjungan empat hari Ghani di AS akan memfokuskan pembicaraan mengenai penarikan pasukan AS dari Afghanistan.
Presiden yang mulai berkuasa pada September, berencana memulai kembali pembicaraan damai dengan Taliban. Kedatangan Ghani ke AS disebut-sebut untuk membujuk Obama, agar menunda rencana penarikan sejumlah pasukan AS pada akhir 2015.
Selama ini AS masih memiliki sekitar 9.800 pasukan di Afghanistan. Mereka bertugas melatih dan mendukung militer Afghanistan. Namun pemerintah Obama berencana untuk mengurangi jumlah pasukan tersebut hingga menjadi 5.600 pada akhir tahun ini. Obama juga berencana menarik sisanya pada 2016 mendatang. Sementara sejumlah kecil pasukan akan tetap di Afghanistan, hanya untuk melindungi kedutaan AS di sana.
Dalam wawancaranya dengan AS NPR, Ghani mengatakan mayoritas warga Afghanistan menginginkan militer AS tetap berada di Afghanistan. Menurutnya, warga Afghanistan melihat kehadiran militer AS penting untuk masa depan mereka. Ia juga menyinggung ancaman kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
"Mereka memberikan ancaman, tapi kami bertekad memastikan mereka (ISIS) tak melakukan kekejaman seperti di Suriah, Irak, Libya maupun Yaman," ungkap Ghani.
Sementara itu juru bicara Departemen Luar Negeri AS Jen Psaki mengatakan, AS serius menanggapi ancaman tersebut. Tapi menurut Psaki, mereka percaya ISIS di Afghanistan hanya diwakilkan oleh segelintir anggota Taliban yang terpinggirkan.
Pekan lalu, pasukan Afghanistan berhasil membunuh komandan yang mengaku setia pada ISIS, Hafiz Wahidi. Kepala Pasukan AS di Afghanistan mengatakan, ia prihatin pada musim panas ini. Menurutnya, ini akan menjadi musim pertama di mana pasukan Afghanistan akan menghadapi pertempuran sendiri.
Namun dilansir The New York Times, para pejabat AS mengisyaratkan dengan kuat bahwa Obama akan menyetujui permintaan Ghani untuk mempertahankan pasukannya. Menurut mereka presiden telah membahas masalah ini selama tiga kali, namun belum ada keputusan yang dibuat dalam waktu dekat ini.
"Jadi tentu saja, kami berharap diskusi mengenai permintaan Presiden Ghani bisa fleksibel," kata penasihat senior untuk Afghanistan dan Pakistan di Dewan Keamanan Nasional AS, Jeff Eggers.
Sebelum bertemu dengan Obama di Gedung Putih, Ghani akan menghabiskan waktunya pada Senin di Camp Davis, sebuah tempat peristirahatan kepresidenan di wilayah pegunungan Maryland. Ia selanjutnya akan melakukan serangkaian pertemuan dengan Kerry dan pejabat lain.
"Ini hubungan yang berbeda dibanding saat (Afghanistan) di bawah kepemimpinan Presiden (Hamid) Karzai. Ini jelas lebih kooperatif dan lebih baik," kata Eggers.
Selama bertahun-tahun Karzai kerap menuduh AS sebagai biang kerok kekacauan di Afghanistan, bukan Taliban. Sebelum kunjungannya ke Gedung Putih pada 2011, Karzai menuduh AS ikut campur dalam pemilihan. Karzai bahkan mengancam akan bergabung dengan Taliban jika AS tak berhenti menekannya.
Hampir 14 tahun setelah AS menginvasi Afghanistan setelah serangan 9/11, negara ini masih menjadi negara berbahaya. PBB melaporkan 3.700 warga sipil Afghanistan tewas dan 6.850 lainnya terluka dalam konflik tahun lalu.
Sejauh ini Kongres AS telah menyiapkan lebih dari 60 miliar dolar AS, untuk membangun, melengkapi dan mempertahankan pasukan Afghanistan. Departemen Pertahanan AS bahkan telah meminta tambahan dana untuk Afghanistan hingga 3,8 miliar dolar untuk tahun fiskal 2016.