REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rohaniawan Buddha dari Sangha Mahayana Indonesia Rahib Jimmu Gunabhadra menilai kabar bahwa sistem autogate di Bandara Soekarno-Hatta mempersulit pemilik nama Muhammad dan Ali dalam urusan imigrasi tidak bisa dibenarkan. Sebagai negara pancasila, semestinya proses hukum dan verifikasi harus diutamakan ketimbang melakukan tindak diskriminatif.
"Indonesia adalah negara pancasila, semua orang bebas menggunakan nama apapun," ujar Jimmu ketika dihubungi ROL, Senin (23/3). Ia berkata, negara sebagai institusi harus memerhatikan hal ini karena menyangkut hak-hak warga negara.
Menurut Jimmu, pemilik nama tertentu belum tentu berafiliasi dengan suatu kelompok atau organisasi. Apapun nama seseorang, negara harus menyelidiki terlebih dahulu keterlibatannya sebelum membuat tindakan seperti misalnya pencegahan di pintu imigrasi.
"Baik itu inisial A atau M tidak bisa disamakan berkaitan dengan organisasi tertentu," jelasnya.
Jimmu pun meminta pemerintah untuk jelas dalam penegakan hukum dan tidak serta merta mengaitkan seseorang. "Negara tidak boleh seperti itu," ujar Jimmu.
Jimmu mengaku prihatin kalau sampai hal itu diberlakukan di negara ini. Terlebih lagi, pemilik nama Muhammad dan Ali ada banyak sekali.
Sebagai negara hukum, artinya tidak bisa berlaku semena-mena. Jimmu mengatakan, pemeriksaan memang merupakan kewenangan negara tapi tidak boleh ada diskriminasi.
"Ini menyangkut asas kemanusiaan dan peri kehidupan warga negara. Harus ada verifikasi dan tidak ada diskriminasi untuk siapa pun baik itu kelompok agama, budayawan, dan lain-lain," ujar Jimmu.