REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bidang Kajian Majelis Ulama Indonesia (MUI), Cholil Nafis mengatakan, Tim Penanggulangan Terorisme (TPT) yang dibentuk MUI bekerja untuk memberi bimbingan kepada individu atau kelompok yang diindikasikan beraliran garis keras. Menurutnya, individu atau kolompok garis keras akan diberikan bimbingan tentang toleransi Islam.
"Kita memang bekerja untuk membimbing dan mengarahkan tentang isme (paham)-nya, sehingga tidak terjadi teror," ujar Cholil saat dihubungi Republika Selasa (24/3).
MUI menyadari, cikal-bakal aksi-aksi terorisme adalah bersumber dari ideologi atau paham keagamaan yang menyimpang. Ajaran keagamaan yang menyimpang adalah yang mengarah kepada kekerasan.
Cholil melanjutkan, ketika sudah terjadi teror maka hal tersebut adalah tindakan pidana dan merupakan pembangkangan kepada negara. Persoalan tersebut menjadi kewenangan aparat penegak hukum.
"Jadi kan terorisme, kalau terornya menjadi kewenangan aparat penegak hukum tapi kalau Ismenya menjadi wilayah kewenangan MUI dan tokoh agama," ujar dia.
MUI, kata dia, memeiliki kewajiban untuk terlibat dalam menanggulangi paham yang mengarah kepada perbutan teroris. Karena ajaran-ajaran agama yang disampaikan kepada umat menjadi tanggung jawab ulama.