Selasa 24 Mar 2015 18:31 WIB

Kampanye ISIS Lewat Media Sosial Sulit Dihentikan

Rep: Reja Irfa Widodo/ Red: Ilham
Kampanye ISIS di Media Sosial (ilustrasi)
Foto: The Mirror Online
Kampanye ISIS di Media Sosial (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu faktor besar yang membuat Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) begitu cepat berkembang adalah kemampuan ISIS dalam menggunakan media sosial dan internet. Hal inilah yang membedakan pola penyebaran paham radikalisme antara ISIS dengan Alqaida.

Hal ini diungkapkan oleh peneliti senior asal Rand Corporation, Angel M Rabasa. Menurut penulis buku 'Dunia Islam Usai 9/11' itu, salah satu sasaran rekrutmen yang dilakukan ISIS adalah menyasar anak-anak muda. Pasalnya, mereka dianggap memiliki semangat dan keinginan lebih untuk mau mengubah kondisi masyakarakatnya, baik secara ekonomi, politik, ataupun sosial. 

"Mereka (ISIS) benar-benar memanfaatkan aspek psikologis ini. Mereka sudah melewati tingkatan ini,'' kata Rabasa dalam Konferensi Internasional soal Terorisme dan ISIS di Jakarta, Senin (23/3).

Untuk itu, ISIS banyak memanfaatkan media-media sosial dan internet. Penggunaan internet itu termasuk adanya website-website yang memuat ceramah-ceramah ataupun ajakan paham-paham radikal. Pun dengan pemanfataan video-video propaganda yang diunggah ke internet. 

Bahkan, cara ini, menurut Angel, melewati kemampuan Alqaida. "Ini sulit dihentikan. Cara ini bisa dibilang cukup efektif, bahkan melewati kemampuan Alqaida pada masa-masa terdahulu," katanya.

Hal senada juga diungkapkan, pengamat terorisme asal Universitas Nanyang, Rohan Gunaratna. Menurut Kepala Pusat Studi Politik dan Terorisme Singapura itu, setidaknya ada 200 situs lebih yang berbasis di Indonesia dan berisi ajakan-ajakan paham radikal.

Karena itu, lanjut Rohan, pemerintah Indonesia harus bisa memproteksi generasi muda Indonesia terutama dalam hal mengatasi website radikal.

"Untuk bisa melakukan proteksi, Indonesia harus bisa terlebih dahulu mengatasi website-website radikal itu. Bentuklah platform internet dan ajak mereka untuk kembali menyadari propaganda mereka," ujar Rohan.

Sebelumnya, BNPT sempat menyebut ada sekitar 9.000 website radikal yang beredar di Indonesia. Pemerintah Indonesia, lewat Kemenkopolhukam berkoordinasi dengan Kemenkominfo, akan membentuk Badan Cyber Nasional (BCN). Pembentukan BCN ini pun tinggal menunggu Keputusan Presiden (Keppres).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement