REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Rieke Diah Pitaloka mengirim surat terbuka untuk Presiden Joko Widodo. Surat terbuka itu ditulis mengkritik sekaligus menagih janji Jokowi dalam menjamin kesehatan masyrakat melalui Badan Penyelenggra Jaminan Sosial (BPJS).
"Sah-sah saja pencitraan dalam politik, tapi pencitraan berbasis kinerja, bukan sekedar kejar survei dan poling popularitas," tulis Rieke dalam surat terbukanya, Selasa (24/3).
Dalam suratnya, Rieke mengungkapkan dirinya menunggu terobosan kebijakan Jokowi terkait jaminan kesehatan masyarakat. Salah satu hal yang diminta Rieke adalah untuk mangalokasikan anggaran guna melengkapi fasilitas rumah sakit pemerintah, serta merevisi kebijakan jaminan kesehatan yang lama.
"Menunggu revisi aturan jaminan kesehatan yang lama, kalau bisa dipercepat Alhamdulillah, nyawa rakyat jangan dipertarukan," tulis Rieke.
Rieke juga mengingatkan Jokowi, masa kampanye telah usai. Tidak adanya kebijakan jelas terkait jaminan kesehatan masyarakat ini menjadi bukti konstitusi sedang diuji. "Jadikan itu landasan untuk membuat keputusan politik."
Selain itu, Rieke juga mengatakan, tidak boleh ada kepentingan lain kecuali rakyat dan konstitusi yang menjadi kompasnya. "Saya masih memegang janji saat memaksamu menandatangani 9 Piagam Perjuangan Rakyat 5 Juli 2014. Saya berjuang di parlemen, dirimu di pemerintah," tulis Rieke pada Jokowi.
Politisi di Komisi IX DPR RI itu mennejelaskan siapapun boleh intervensi kekuasaan selama sesuai dengan kebenaran konstitusi dan Undang-Undang Dasar 1945. Apalagi soal hak rakyat untuk mendapatkan kesehatan.
"Yang saya yakini Revolusi Mental menurut Soekarno, 17 Agustus 1957: Cara pikir, cara kerja, cara hidup yang lebih baik untuk kesejahteraan rakyat, dirimu?," kata Rieke dalam penutupan surat terbukanya untuk Jokowi.
Rieke mengirim surat terbuka pada Presiden Jokowi untuk menagih kebijakan Jokowi terkait kesehatan. Dalam surat itu, Rieke memaparkan aturan Undang-Undang No.40 tahun 2004 Pasal 22 dan penjelasannya.
"Kecuali urusan kosmetik, semua biaya preventif, promotif, kuratif harus ditanggung. Undang-Undang No. 40/2004 juga mengatur, obat, rawat inap, rawat jalan, tindakan, termasuk cuci darah, dan lain-lain wajib ditanggung tidak boleh dibebankan ke pasien," tulis Rieke.
Dalam suratnya Rieke juga menjelaskan, jika dana BPJS tidak memungkinkan untuk membiayai, sesuai konstitusi, kas negara harus menanggung. "Jangan bilang kosong, buktinya dikorupsi bisa triliunan."