REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Untuk menambah pengikutnya dan melebarkan sayapnya di seluruh dunia, khususnya di Indonesia, Gerakan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) menggunakan banyak cara, termasuk melalui perjalanan wisata, ibadah umrah, dan jejaring atau media sosial.
Terkait dengan upaya-upaya tersebut, pemerhati bidang intelijen Diaz Hendropriyono mengingatkan masyarakat agar waspada terhadap ISIS yang menjelma menjadi organisasi yang sukses sebab mendapat dana yang kuat serta kepemimpinan yang baik.
"Di Indonesia, rekrutmen ISIS banyak dilakukan melalui media sosial. ISIS sengaja menyebarkan 'virus' radikalisme melalui media sosial, khususnya Twitter, serta YouTube. Ini dikarenakan distribusi dan diseminasi informasi jauh lebih efisien dan efektif di kalangan pemuda," katanya.
Ia menilai ISIS jelas merupakan ancaman serius bagi bangsa, bukan hanya ancaman bagi individu atau institusi semata. Oleh karena itu, seluruh komponen masyarakat harus ikut serta melawan ancaman terorisme ISIS. "Semua kementerian: Agama, Sosial, Pendidikan dan Kebudayaan, kemudian Ditjen Imigrasi KemenkumHAM, harus berkontribusi menangkal terorisme," katanya.
Diaz bertpendapat bahwa melawan terorisme harus dengan dua pendekatan, yaitu hard (kekerasan) menggunakan aparat keamanan, dan soft approaches yang bisa dilakukan dengan menggunakan berbagai ormas keagamaan.
Sementara itu, menurut pengamat intelijen Susaningtyas Kertopati (Nuning), perlawanan terhadap ISIS harus difokuskan pada pola pikir. Ideologi yang tidak benar dan memiliki perspektif salah terhadap jihad, tidak boleh dibiarkan berkembang.
"ISIS ini harus ditutup jaringannya di Indonesia yang sebenarnya akarnya sudah ada sejak munculnya kelompok jihadis-jihadis pada masa lalu. Hal ini utamanya menutup situs internet yang berisi penyebaran paham ISIS. Demikian pula, dengan media sosial yang begitu gampang diakses dan sarat pengaruh ajaran ISIS," ujarnya.
Ia menegaskan bahwa ISIS di Indonesia adalah metamorfosa dari gerakan teror yang suda lama ada, bukan suatu hal yang baru karena dalam sejarah ada Daulah Islamiyah, yaitu gerakan Darul Islam atau Nagara Islam Indonesia (NII) yang pernah melahirkan berbagai gerakan pemberontakan pada masa lalu.
"Suatu fakta bahwa aspiran DI/NII masih hidup di antara kalangan masyarakat kita dan apa yang disuarakan ISIS dapat mereka terima dan dukung, bahkan dianggap sebagai panggilan jihad," kata mantan anggota Komisi I DPR itu.
Terkait dengan penangkapan sejumlah pendana, perekrut, hingga penyalur warga negara Indonesia (WNI) ke Suriah, beberapa waktu lalu oleh Densus 88 Antiteoror Mabes Polri, Nuning menilainya memiliki tujuan penyelidikan lebih mendalam. "Dengan demikian, kita dapat mengetahui embrio dan jaringannya. Penangkapan itu juga berdasarkan delik aduan," katanya.
Syihabuddin, pimpinan Pondok Pesantren Isy Karima Karanganyar, meminta masyarakat dari berbagai elemen untuk menyamakan persepsi terkait dengan penolakan terhadap ISIS karena ditengarai pola rekrutmen kelompok ini memanfaatkan berbagai saluran, termasuk media sosial.