REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Lembaga pemasyarakatan selama ini terstigma sebagai tempat yang keras dan kurang ramah bagi penghuninya.
Karena penghuni lapas merupakan orang- orang yang tengah bermasalah dengan hukum, akibat implikasi pidana atas tindakan yang dilakukannya.
Kesan miring ini coba direhabilitasi jajaran pemangku kebijakan di Lapas Kelas II-A Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.
Lapas yang menempati bangunan eks Benteng Willem I --warga setempat menyebutnya dengan Benteng Pendem ini— memberikan porsi kegiatan religi lebih kepada penghuninya.
Bahkan Kepala Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Jawa Tengah telah mencanangkan Lapas Kelas II-A Ambarawa ini sebagai lapas percontohan untuk menjadi Lapas berbasis pesantren.
“Di lapas ini sudah menerapkan kurikulum berbasis pesantren bagi para penghuni Muslim. Dengan begitu nuansa ibadah sangat kental,” kata Kepala Lapas Kelas II-A Ambarawa, Dwi Agus Setyabudi, Rabu (25/3).
Sistem pembinaan bagi penghuni lapas yang sudah dijalankan ini mampu menjadi percontohan bagi lapas lainnya. Selain shalat lima waktu berjamaah, porsi ibadah diwajibkan kepada para penghuni lapas, mulai sejak subuh hingga setelah waktu shalat isy
Pihak lapas juga menggelar belajar membaca Alquran dan pengajian rutin yang diikuti para penghuninya. Semua telah terjadwal rutin, termasuk dengan ustaz yang mengisi.
“Untuk ustaznya, kita datangkan tokoh masyarakat dari Kantor Kemenag Kabupaten Semarang. Bahkan tak jarang ustaznya saya sendiri,” jelas Agus.
Hal ini, kata dia, menjadi pembeda antara Lapas Kelas II-A Ambarawa dengan lapas lainnya. ''Alhamdulillah, hingga saat ini pelanggaran di dalam lingkungan lapas pun sangat minim,'' ungkap Agus penuh syukur.
Padahal, kondisi Lapas Ambarawa saat ini, kata Agus Dwi, sudah sangat tidak memenuhi syarat lagi. Karena menempati bangunan yang berusia lebih dari 1,5 abad (dibangun tahun 1838) ini temboknya telah rapuh.