REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Terorisme, Yon Machmudi menilai penyebaran paham radikalisme termasuk ISIS bisa melewati mana saja. Tahanan terorisme yang saat ini masih ada di penjara bisa menjadi salah satu agen penyebar paham radikalisme tersebut.
"Bendera ISIS pertama kali berkibar di Indonesia justru malah dari tahanan, rumah tahanan menjadi salah satu media yang paling rawan, sebab para tahanan terorisme bisa saja menyebarkan paham radikalisme tersebut," ujar Yon saat dihubungi Republika, Rabu (25/3).
Yon tak menampik apa yang terjadi saat ini di Indonesia soal ISIS bukan merupakan hal yang baru. Sebab, sebelumnya Indonesia juga sudah lebih dulu sibuk dengan kasus terorisme.
Kasus lama tersebut bukan berarti diam dan mati, tapi orang yang sudah terkontaminasi dengan paham radikalisme tersebut kemudian menghubungkan dirinya dengan ISIS yang sekarang ini.
Dosen Pascasarjana UI ini menilai orang yang terindikasi mengikuti paham radikalisme adalah mereka yang dalam kondisi terhimpit. Ketika mereka yang terhimpit ini mendapatkan angin segar melalui organisasi baru seperti ISIS maka mereka dengan mudahnya bergabung.
"Orang lama yang juga bermain di ISIS sekarang ini, karena saat ini Al-Qaeda tidak bergaung lagi, maka mereka mencari organisasi baru, apalagi ISIS sendiri menawarkan imbalan uang yang cukup menjanjikan," ujar Yon.
Selain itu, penyebaran gerakan ini bukan di keramaian tetapi melalui sudut kehidupan, di tempat yang tersembunyi.
Apalagi, menurut Yon kultur radikalisme punya kekuatan tersendiri, hal ini terbukti dengan lamanya mereka survive dengan kondisi yang terjepit. Meski begitu, jaringan radikalisme memiliki jaringan yang kuat dan terus melakukan komunikasi.
"Alumi AL-Qaeda tidak dimungkinkan bergabung juga dengan ISIS, ini kan mengindikasikan bahwa koneksi antar mereka kemudian terhubung dan memutuskan untuk bergabung," tutup Yon.