REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Denny Indrayana ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Mabes Polri. Banyak yang meragukan prosedur peningkatan status ini karena dianggap sebagai upaya kriminalisasi pendukung KPK.
Menurut Guru Besar Hukum Pidana dari Universitas Indonesia Chudry Sitompul prosedur yang dilakukan kepolisian tepat jika bukti permulaan memang sudah dikumpulkan. "Kita lihat apa polisi sudah punya bukti terhadap Denny," kata Chudry saat dihubungi ROL, Rabu (25/3).
Ia mengatakan bukti permulaan yang dibutuhkan adalah laporan pengaduan dan data-data kerugian keuangan. Jika hal itu sudah dipenuhi kepolisian, berarti penetapan Denny memang ada dasarnya.
Chudri menyebutkan aparat penegak hukum juga tidak mungkin gegabah dalam menetapkan status kalau tidak ada data yang benar.
Kalau bukti yang didapat sudah kuat maka pantas status Denny dinaikkan menjadi tersangka. Oleh karena itu polisi harus bisa membuktikan bukti itu dalam persidangan nanti.
Sebelumnya Bareskrim Mabes Polri menetapkan status tersangka kepada Denny, Selasa (24/3) kemarin. Hal ini setelah dilakukan pemeriksaan terhadap 21 saksi dan analisis bukti dokumen yang disita penyidik.
Denny disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1, Pasal 3, Pasal 23 Undang-Undang RI Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 Pasal 421 juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 tentang Tindak Pidana Korupsi.