REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Harga minyak dunia mengalami kenaikan begitu Arab Saudi menyerang Ibu Kota Yaman, Sanaa, yang dikuasai gerilyawan Houthi, Kamis (26/3). Namun para pelaku industri minyak dan gas (migas) global mengaku belum khawatir serangan itu berdampak buruk terhadap harga dan distribusi migas untuk jangka panjang.
Juru bicara perusahaan Korea Gas Corp Lee Sang-wook mengatakan sejauh ini suplai gas dari Yaman belum terganggu. Korea, kata dia, masih menikmati anugerah harga minyak dan gas yang masih rendah belakangan ini mengingat berlimpahnya suplai dan kecilnya permintaan.
Seperti minyak, harga gas (LNG) turun hampir separo dalam sepuluh bulan terakhir ini. Sejumlah pihak memang cemas atas situasi di Yaman yang akan menjungkirbalikkan keadaaan di mana harga minyak atau gas bisa naik lagi.
"Hanya karena Saudi dan sekutunya menyerang Yaman bukan berarti pasar minyak menjadi ketat," kata Masaki Suematsu, manager perusahaan borker migas Newedge Jepang di Tokyo. Memang, sambung dia, serangan militer Saudi itu bisa melebar ke mana-mana.
Pejabat Asia mengatakan pertempuran terjadi di dekat Laut Merah, sebuah perairan di mana suplai migas dari negara-negara Teluk tidak bisa lewat menuju Asia. Importir dari Eropa dari juga merasa cemas atas suplai migas dari negara-negara Arab yang melewati laut Yaman ke arah Terusan Suez.
Jalur perairan antara Yaman dan Djibouti, sedikitnya memiliki lebar 40 km, merupakan tempat lalu lalang kapal-kapal pembawa minyak untuk negara-negara Barat. Wilayah itu sampai saat ini masih dipenuhi militer AS untuk menjaga keamanan suplai minyak tersebut.